Oleh: Muhammad Ahyaruddin
PENDAHULUAN
Tuntutan pelaksanaan pengelolaan
keuangan negara agar dijalankan dengan transparan dan akuntabel menjadi isu
yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci penting dalam
pengelolaan keuangan negara tersebut adalah terkait dengan sistem akuntansi
pemerintahan Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara menjadi awal mula pelaksanaan pengelolaan keuangan negara
yang transparan dan akuntabel. Dalam undang-undang tersebut mengamanatkan
kepada pemerintah Indonesia untuk menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual selambat-lambatnya
tahun 2008.
Penggunaan basis akrual merupakan salah satu ciri
dari praktik manajemen keuangan modern (sektor publik) yang bertujuan untuk
memberikan informasi yang lebih transparan mengenai biaya (cost) pemerintah dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
di dalam pemerintah dengan menggunakan informasi yang diperluas, tidak sekedar
basis kas. Secara umum, basis akrual telah diterapkan di negara-negara yang
lebih dahulu melakukan reformasi manajemen publik. Tujuan kuncinya adalah untuk
meminta pertanggungjawaban para manajer dari sisi keluaran (output) dan/atau hasil (outcome)
dan pada saat yang sama melonggarkan kontrol atas masukan (input).
Dalam konteks ini, para manajer diminta agar
bertanggung jawab untuk seluruh biaya yang berhubungan dengan output/outcome
yang dihasilkannya, tidak sekedar dari sisi pengeluaran kas (Mulyana,-).
Namun kenyataannya penerapan sistem
akuntansi berbasis akrual tersebut menjadi kendala bagi pemerintah Indonesia.
Sehingga sampai saat ini belum bisa diterapkan secara penuh dan masih
menggunakan sistem akuntansi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 yaitu basis kas menuju akrual (cash
toward accrual).
Tuntutan-tuntutan masyarakat yang semakin
kuat dan adanya dorongan dari lembaga-lembaga internasional, seperti Organisation for Economic Cooperation and
Development (OECD), the International
Monetary Fund (IMF), dan World Bank,
untuk menerapkan basis akrual kepada negara-negara di dunia menyebabkan pemerintah
Indonesia terus berupaya untuk memperbaiki sistem akuntansinya (Halim, 2012). Hal
tersebut mendorong pemerintah pada tahun 2010, melalui Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan (KSAP) menerbitkan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual
yang ditetapkan melalui PP nomor 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi
pemerintahan menggantikan PP nomor 24 tahun 2005.
Sejak diterbitkannya standar
akuntansi berbasis akrual tersebut, pengelolaan keuangan negara yang transparan
dan akuntabel mulai semakin membaik. Hal tersebut tercermin dari laporan
keuangan yang disajikan pemerintah. Namun ternyata pelaksanaan sistem akuntansi
berbasis akrual berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tersebut juga belum
diterapkan secara penuh oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat
dari laporan anggaran pemerintah yang masih menggunakan akuntansi anggaran berbasis
kas. Menurut Halim (2012) apabila pemerintah menerapkan sistem akuntansi berbasis
akrual, maka seharusnya akuntansi anggarannya juga berbasis akrual. Hal inilah
yang menjadi tanda tanya bagi masyarakat
tentang sistem akuntansi berbasis akrual yang dijalankan pemerintah saat ini.
Kenapa pemerintah belum secara penuh menerapkan sistem akuntansi berbasis
akrual sesuai amanat PP Nomor 71 Tahun 2010? Apa sebenarnya yang menjadi
tantangan bagi pemerintah Indonesia? Hal inilah yang menjadi pertanyaan bagi
penulis dan berusaha menjelaskannya dalam paper ini.
Pada bagian selanjutnya dalam paper
ini, penulis mencoba memaparkan teori tentang sistem akuntansi berbasis akrual,
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dalam
penerapan sistem akuntansi berbasis akrual, serta dibagian akhir menjelaskan
kesimpulan tentang tantangan penerapan sistem akuntansi berbasis akrual di
pemerintahan Indonesia.
A.
BASIS
AKUNTANSI
Pada dasarnya, hanya terdapat dua
basis akuntansi atau dasar akuntansi yang dikenal dalam akuntansi, yaitu
akuntansi berbasis kas (cash basis)
dan akuntansi berbasis akrual (accrual
basis). Sedangkan, jika ada basis akuntansi yang lain seperti basis kas
modifikasian, atau akrual modifikasian, atau kas menuju akrual, merupakan
modifikasi diantara basis kas dan basis akrual untuk masa transisi (Halim,
2012). Basis atau dasar akuntansi adalah terkait dengan metode pencatatan
akuntansi dalam menentukan kapan dan bagaimana suatu transaksi ekonomi atau
kejadian-kejadian diakui/dicatat.
Dalam akuntansi berbasis kas, suatu
transaksi atau kejadian diakui/dicatat ketika uang atas transaksi tersebut diterima
atau dikeluarkan. Dengan kata lain, akuntansi berbasis kas adalah basis
akuntansi yang mengakui pengaruh transaki dan kejadian lainnya pada saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar
yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan
(Ritonga,-). Sementara akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi
dimana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan
dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa
memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan (KSAP, 2006).
Selanjutnya, KSAP juga mengatakan dalam akuntansi berbasis akrual, waktu
pencatatan (recording) sesuai dengan
saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang
paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat. Ketika akrual
hendak dilakukan sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya esensi transaksi
atau kejadian, maka nilai lebih yang diperoleh dari penerapan akrual adalah
tergambarnya informasi operasi atau kejadian. Dalam sektor komersial, gambaran
perkembangan operasi atau kejadian tersebut dituangkan dalam laporan laba rugi.
Sedangkan dalam akuntansi pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan dalam
bentuk laporan operasional atau laporan surplus/defisit (Simanjuntak, 2010).
Sementara itu, The International Organisation of Supreme Audit Institutions (INTOSAI)
dalam Van Der Hoek (2005) melihat bahwa terdapat empat sistem pelaporan
keuangan, yaitu:
1. Full Cash
Accounting. Sistem ini mencatat suatu transaksi ketika dana dibayar atau
diterima dari suatu otoritas apropriasi (appropriation authority).
2. Modified
Cash Accounting. Sistem ini mengakui suatu transaksi secara tunai selama
tahun tersebut dan setup akun dan/atau piutang yang belum dibayar pada akhir
tahun.
3. Modified
Accrual Accounting. Sistem ini mencatat pengeluaran pada saat sumber daya
diterima dan pendapatan pada saat terukur dan tersedia dalam poeriode akuntansi
atau segera sesudahnya.
4. Full
Accrual Accounting. Sistem ini mengakui beban pada saat terjadinya (incurred), mencatat pendapatan pada
saat diperoleh (earned), dan
mengkapitalisasi aset tetap.
Masing-masing basis akuntansi tersebut sebenarnya
memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Keunggulan akuntansi berbasis kas
menurut Ritonga adalah bahwa laporan keuangan berbasis kas memperlihatkan
sumber dana, alokasi dan penggunaan sumber-sumber kas, mudah untuk dimengerti
dan dijelaskan, pembuat laporan keuangan tidak membutuhkan pengetahuan yang
mendetail tentang akuntansi, dan tidak memerlukan pertimbangan ketika
menentukan jumlah arus kas dalam suatu periode. Sementara itu kelemahan akuntansi
berbasis kas menurut Hoesada (2010) adalah:
- Tidak mampu menyajikan jumlah sumberdaya yang digunakan
- Tidak marnpu memperhitungkan atau mempertimbangkan kewajiban keuangan, hutang, komitmen masa depan, penjaminan oleh pemerintah, atau kewajiban kontinjen
- Terfokus secara sempit pada pembayaran kas, tidak peduli akan kondisi dan daya layan aset tetap
- Terfokus pada pengendalian input, pembelian, perolehan, dan mengabaikan produksi sendiri
- Mendorong distorsi, mendorong para manajer untuk menilai terlampau rendah biaya program, proyek, kegiatan, mendorong penggunaan sampai habis apropriasi/jatah anggaran
- Tak ada kewajiban matching pendapatan vs beban
- Terbatasnya informasi aset dan kewajiban dalam neraca
- Akuntansi berbasis kas merupakan landasan berpijak yang buruk untuk membangun kebijakan fiskal yang solid.
Oleh sebab itu, dengan berbagai kelemahan yang ada pada basis kas,
perubahan menuju akuntansi berbasis akrual diharapkan dapat mengatasi bebagai kelemahan
tersebut. Dalam Study No. 14 yang diterbitkan
oleh International Public Sector Accounting
Standards Board (2011), mengatakan bahwa informasi yang disajikan pada akuntansi
berbasis akrual dalam pelaporan keuangan memungkinkan pengguna untuk:
- Menilai akuntabilitas untuk pengelolaan seluruh sumber daya entitas serta penyebaran sumber daya tersebut.
- Menilai kinerja, posisi keuangan dan arus kas dari suatu entitas.
- Pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya, atau melakukan bisnis dengan suatu entitas.
Selanjutnya, pada level
yang lebih detil dalam Study No. 4
tersebut mengatakan bahwa pelaporan dengan basis akrual akan dapat:
- Menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas-aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan dananya.
- Memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah saat ini untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan untuk memenuhi kewajiban-kewajian dan komitmen-komitmennya.
- Menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya.
- Memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumber daya yang dikelolanya.
- Bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektifivitas penggunaan sumber daya.
B. TANTANGAN PENERAPAN
AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL DI PEMERINTAHAN INDONESIA
Penerapan
akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia sejatinya sudah harus dilaksanakan
sejak tahun 2008 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 pasal
36 ayat 1 menyatakan:
“Ketentuan mengenai pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima)
tahun.”
Begitu
juga dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada
pasal 70 ayat 2 dinyatakan:
“Ketentuan mengenai pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13 undang-undang ini dilaksanakan
selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008.”
Namun, pada
kenyataannya sampai sekarang penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut belum
terealisasi dengan maksimal, walaupun peraturan tentang standar akuntansi
akrual telah diterbitkan. Hal
ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan harus dilakukan secara
hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur.
Keberhasilan suatu perubahan akuntansi pemerintahan menuju
basis akrual agar dapat
menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel
memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak. Jika penerapan akuntansi
berbasis kas menuju akrual saja masih banyak menghadapi hambatan, apalagi lagi jika
pemerintah akan menerapkan akuntansi berbasis akrual (Simanjuntak, 2010).
Menurut Simanjuntak
(2010) dan Bastian (2006) beberapa
tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia
adalah
sebagai berikut:
1.
Sistem
Akuntansi dan Information Technology (IT)
Based System
Adanya kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual,
dapat dipastikan bahwa penerapan
akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem
akuntansi dan IT based system yang
lebih rumit. Selain itu perlu juga dibangun sistem pengendalian intern yang
memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal tersebut
telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 1 tahun 2004 pasal 58 ayat 1yang menyatakan:
“Dalam rangka meningkatkan
kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden
selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian
Intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.”
2.
Komitmen
dari Pimpinan
Dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan
kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah satu penyebab kelemahan
penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya
komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) penerima dana
Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. Diundangkannya tiga paket keuangan
negara serta undang-undang pemerintahan daerah menunjukkan keinginan yang kuat
dari pihak eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki sistem keuangan negara,
termasuk perbaikan atas akuntansi pemerintahan. Yang menjadi ujian sekarang
adalah peningkatan kualitas produk akuntansi pemerintahan dalam pencatatan dan pelaporan oleh
kementerian/lembaga di pemerintah pusat dan dinas/unit untuk pemerintah daerah.
Sistem akuntansi pemerintah pusat mengacu pada pedoman yang disusun oleh
menteri keuangan. Sistem akuntansi pemerintah daerah ditetapkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan
keuangan daerah. Sistem akuntansi pemerintah pusat dan sistem akuntansi
pemerintah daerah disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP). Kejelasan perundang-undangan mendorong penerapan akuntansi pemerintahan
dan memberikan dukungan yang kuat bagi para pimpinan kementerian/lembaga di
pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.
3.
Tersedianya
Sumber
Daya
Manusia
(SDM) yang Kompeten
Laporan keuangan diwajibkan untuk disusun
secara tertib dan disampaikan masing-masing oleh pemerintah pusat dan daerah
kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) selambatnya
tiga bulan setelah
tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, selambatnya enam bulan setelah tahun anggaran
berakhir, laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK tadi diserahkan oleh
Pemerintah Pusat kepada DPR dan oleh
Pemerintah Daerah kepada DPRD. Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tersebut
memerlukan SDM yang
menguasai akuntansi pemerintahan.
Pada saat ini, kebutuhan tersebut sangat terasa dengan semakin kuatnya
upaya untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis
akrual. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun
perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya
memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh SDM yang terkait dengan akuntansi
pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi
profesi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten
di bidang akuntansi pemerintahan.
4.
Resistensi
Terhadap Perubahan
Sebagai layaknya untuk setiap perubahan, bisa
jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan
untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan
dilakukan berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait, sehingga penerapan akuntansi
pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik tanpa ada
resistensi.
5.
Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dari masyarakat
sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan penerapan akuntansi
pemerintahan. Masyarakat perlu didorong untuk mampu memahami laporan keuangan
pemerintah, sehingga dapat mengetahui dan memahami penggunaan atas peneriamaan
pajak yang diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada.
Dengan dukungan yang positif, masyarakat mendorong pemerintah untuk lebih
transparan dan akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.
Sementara itu, Ritonga
(2010) dalam Halim (2012) mengatakan bahwa untuk mendukung penerapan akuntansi
pemerintahan berbasis akrual diperlukan kondisi-kondisi yang mendukung,
sekaligus menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini, yaitu sebagai berikut:
- Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam pengelolaan keuangan.
- Dukungan dari pemeriksa laporan keuangan, karena perubahan basis akuntansi akan mengubah cara pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa. Perubahan-perubahan yang terjadi harus melalui pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
- Tersedianya sistem teknologi informasi yang mampu mengakomodasi persyaratan-persyaratan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual.
- Adanya sistem penganggaran berbasis akrual, karena jika anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaannya masih berbasi kas sedangkan realisasinya berbasis akrual, maka antara anggaran dan realisasinya tidak dapat diperbandingkan.
- Harus ada komitmen dan dukungan politik dari para pengambil keputusan dalam pemerintahan, karena upaya penerapan akuntansi berbasis akrual memerlukan dana yang besar dan waktu yang lama, bahkan lebih lama dari masa periode jabatan presiden, gubernur, bupati, walikota, dan anggota DPR/DPRD.
Dari beberapa
permasalahan tersebut, salah satu poin penting dalam penerapan akuntansi
berbasis akrual adalah juga harus diterapkan anggaran berbasis akrual. Anggaran berbasis akrual ini sulit diterapkan di
organisasi pemerintahan karena sangat kompleks. Dalam akuntansi anggaran
mensyaratkan adanya pencatatan dan penyajian akun operasi sejajar dengan
anggarannya. Anggaran berbasis akrual berarti mengakui dan mencatat anggaran
dan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan pada saat kejadian, atau
kondisi lingkungan berpengaruh pada
keuangan pemerintah daerah, tanpa memperhatikan pada saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar (Ritonga, 2010 dalam Halim, 2012). Hal inilah yang
menjadi persyaratan berat pemerintah dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual
dalam organisasi pemerintahan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
juga belum diatur tentang anggaran berbasis akrual, sehingga dapat dikatakan
bahwa SAP tersebut bukan merupakan SAP Akrual penuh melainkan SAP berbasis
akrual modifikasian (accrual modified) (Halim,
2012).
Blondal (2003)
sebagaimana dikutip oleh Boothe (2007) dalam Halim (2012), mengatakan bahwa
kesulitan penerapan anggaran berbasis akrual dipemerintahan adalah terkait
dengan dua alasan berikut:
1. Anggaran
akrual diyakini beresiko dalam disiplin anggaran. Keputusan politis untuk
membelanjakan uang sebaiknya ditandingkan dengan ketika belanja tersebut
dilaporkan dalam anggaran. Hanya saja, basis kas yang dapat menyediakannya.
Jika sebagian besar proyek belanja modal, misalnya, dicatat dan dilaporkan pada
beban penyusutan, akan berakibat meningkatkan pengeluaran untuk proyek
tersebut.
2. Adanya
resistensi dari lembaga legislatif untuk mengadopsi penganggaran akrual.
resistensi ini seringkali akibat dari terlalu kompleknya penganggaran akrual.
dalam konteks ini, lembaga legislatif negara yang menerapkan penganggaran
akrual pada umumnya akan memiliki peran yang lemah dalam proses penganggaran.
Dengan
berbagai permasalahan dan tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual dalam
pemerintahan indonesia seperti yang telah disebutkan diatas, maka pemerintah
harus berupaya semaksimal mungkin agar penerapannya dapat berjalan dengan baik
dan optimal demi terciptanya tata kelola pemerintahan (good governance) yang lebih transparan dan akuntabel. Karena
seperti yang telah disebutkan diatas bahwa manfaat akuntansi berbasis akrual
dapat menyediakan gambaran operasional pemerintah yang lebih transparan serta
pendapatan dan belanja pemerintah dapat dialokasikan secara tepat setiap saat.
Sehingga dalam hal ini diperlukan strategi pemerintah untuk mendukung
keberhasilan penerapan akuntansi berbasis akrual. Menurut Indra Bastian dalam
Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik (2006), mengatakan beberapa strategi yang
bisa dilakukan pemerintah, yaitu:
1.
Mempertahankan momentum perubahan
2.
Melakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan
pemakai
3.
Mempermudah penerapan akuntansi pemerintahan
4.
Mendorong keterlibatan perguruan tinggi dan lembaga
diklat
5.
Meningkatkan keterlibatan profesi akuntansi
Sementara itu, dalam
salah satu situs referensi menejemen keuangan sektor publik yang diakses melalui
www.medina.co.id, mengatakan ada beberapa
langkah yang bisa dilaksanakan pemerintah untuk menerapkan akuntansi berbasis
akrual, yaitu:
1. Menyiapkan pedoman
umum pada tingkat nasional tentang akuntansi akrual. Pedoman ini digunakan
untuk menyamakan persepsi di semua daerah sekaligus sebagai jembatan teknis
atas standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang akan diterapkan.
2. Menyiapkan modul pada tingkat nasional yang dapat
digunakan oleh berbagai pihak dalam rangka pelatihan akuntansi berbasis akrual.
3. Menentukan daerah percontohan di setiap regional
sebagai upaya menciptakan benchmarking. Dengan cara ini, pemerintah
dapat memfokuskan pada beberapa daerah dulu sebelum pada akhirnya dapat
digunakan oleh seluruh daerah.
4. Diseminasi/sosialisasi tingkat nasional. Hal tersebut dapat
digunakan untuk menyerap input berupa saran ataupun keluhan dari daerah terkait
penerapan akuntansi basis akrual.
Sedangkan pada tingkat
daerah, strategi penerapan basis akrual dapat dilakukan dengan langkah-langkah
berikut ini:
- Sosialisasi dan pelatihan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud meliputi pimpinan level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan tujuan sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan skill pelaksana, membangun awareness, dan mengajak keterlibatan semua pihak.
- Menyiapkan dokumen legal yang bersifat lokal seperti peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi dan sistem prosedur.
- Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi berbasis akrual secara penuh.
KESIMPULAN
Semakin menigkatnya tuntutan pelaksanaan pengelolaan
keuangan negara yang transparan dan akuntabel mendorong pemerintah untuk terus
berupaya memperbaiki sistem akuntansi yang digunakan. Sistem akuntansi berbasis
akrual menjadi isu yang sangat penting di era reformasi untuk menciptakan good government governance.
Sistem akuntansi berbasis kas yang telah dijalankan
sebelumnya telah terbukti memiliki kelemahan. Kelemahan yang mendasar dari
sistem akuntansi berbasis kas adalah laporan keuangan yang dihasilkan tidak
informatif, Tidak mampu menyajikan jumlah sumberdaya yang
digunakan, serta tidak mampu memperhitungkan atau mempertimbangkan kewajiban
keuangan, hutang, komitmen masa depan, penjaminan oleh pemerintah, atau
kewajiban kontinjen, dan lainnya yang pada akhirnya dapat mengganggu
terwujudnya pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Sehingga dengan adanya
berbagai kelemahan tersebut, menghendaki pemerintah untuk berubah ke sistem
akuntansi berbasis akrual yang dinilai dapat memberikan manfaat yang lebih
dalam meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan pemerintah dalam rangka
akuntabilitas publik.
Namun, tentunya penerapan akuntansi berbasis akrual di
pemerintahan Indonesia tidak bisa dengan mudah dilaksanakan seperti pada sektor
swasta. Ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh pemerintah untuk menerapkan
sistem tersebut, diantaranya adalah:
- Harus tersedia sistem akuntansi dan sistem teknologi informasi yang mampu mengakomodasi persyaratan-persyaratan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual.
- Harus ada komitmen dan dukungan politik dari pimpinan dan para pengambil keputusan dalam pemerintahan.
- Harus tersedia Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam pengelolaan keuangan.
- Lingkungan/masyarakat yang juga harus mengapresiasi dan mendukung keberhasilan penerapan akuntansi pemerintahan.
- Dukungan dari pemeriksa laporan keuangan, karena perubahan basis akuntansi akan mengubah cara pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa.
- Adanya sistem penganggaran berbasis akrual, karena jika anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaannya masih berbasis kas sedangkan realisasinya berbasis akrual, maka antara anggaran dan realisasinya tidak dapat diperbandingkan.
- Adanya resistensi pihak internal terhadap perubahan kearah sistem akuntansi berbasis akrual, sehingga membutuhkan sosialisasi yang maksimal terkait dengan sistem tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Forum
Dosen Akuntansi Sektor Publik, 2006. Standar
Akuntansi Pemerintahan, Telaah Kritis PP Nomor 24 Tahun 2005. BPFE.
Yogyakarta.
Halim,
Abdul, dan Syam Kusufi. 2012. Teori,
Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik, dari Anggaran Hingga Laporan
Keuangan dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Salemba Empat. Jakarta.
Hoesada,
Jan. 2010. Accrual Budgeting and Accrual
Accounting pada Pemerintahan NKRI. Jurnal Akuntansi/Tahun XIV, No. 01,
Januari 2010: 113-124.
International
Public Sector Accounting Standards Board. 2011. Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Public
Sector Entities, Study 14. Third Edition, IFAC. New York, USA.
Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan. 2006. Memorandum
Pembahasan Penerapan Basis Akrual dalam Akuntansi Pemerintahan di Indonesia.
Bahan Bahasan untuk Limited Hearing. Jakarta.
Mardiasmo.
2009. Akuntansi sektor publik.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
Mulyana,
Budi. Penggunaan Akuntansi Akrual di
Negara-Negara Lain: Tren di Negara-Negara Anggota OECD.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Ritonga,
Rahmansyah. Kas Basis Vs Akrual Basis.
Widyaiswara BDK. Medan.
Simanjuntak,
Binsar. 2010. Penerapan Akuntansi
Berbasis Akrual di Sektor Pemerintahan di Indonesia. Disampaikan pada Kongres XI Ikatan Akuntan Indonesia.
Jakarta.
________________
2005. Menyongsong Era Baru Akuntansi
Pemerintahan di Indonesia. Jurnal Akuntansi Pemerintahan Vol. 1 No.1, Mei.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Van
der Hoek, Peter M. 2005. Accrual-Based
Budgeting and Accounting in the Public Sector: The Dutch Experience.
Erasmus University Rotterdam. MPRA Paper No. 5906, Posted 29.
www.medina.co.id, diakses pada tanggal 06 Juni 2013
pukul 10.14.
sippp ikut mempelajari.....
BalasHapus