Oleh: Muhammad Ahyaruddin
This research aims to analyze and gets empirical prove of the influence of auditor accountability, independency, and professional ethic to the audit quality in the Financial Checkered Institute Delegation of Riau Province. Auditor accountability are measured by two dimensions, namely motivation, and social obligations. Independency are measured by three indicators, which is having objectivity, having sincerity, and don't compromise quality. Meanwhile professional ethic are measured with five dimensions which is integrity, objectivity, professional's interest & accuracy, secrecy, and professional’s behaviour.
This research is a quantitative model using multiple linear regression to determine the effect of each independent and dependent variables. The population of this research is all of functional auditor in the Financial Checkered institute Delegation of Riau Province. The sample that is taken are all population which is as much 55 respondents with data taking via questionnaire's broadcast.
This research outcomes represent that partially auditor accountability and independency are not impact to the audit quality of Financial Checkered Institute Delegation of Riau Province. Meanwhile, the professional ethic is positive impact to the audit quality of Financial Checkered Institute Delegation of Riau Province. In the meantime, the observational result simultan represent that all independent variable which is auditor accountability, independency, and professional ethic are impact to the audit quality of Financial Checkered Institute Delegation of Riau Province.
Key word: auditor accountability, independency, professional ethic, and audit quality.
1. Pendahuluan
Akibat krisis global yang terjadi pada tahun 2008 yang lalu, para pemimpin negara-negara G20 (dalam London Summit 2008) memutuskan beberapa kebijakan yang akan diambil dalam reformasi perekonomian. Salah satu kebijakan yang penting adalah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan dalam pasar modal, termasuk meningkatkan kualitas audit dari akuntan publik untuk menjamin keterbukaan dan akurasi informasi keuangan perusahaan. Akuntan publik adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (yaitu pemegang saham, terutama publik sebagai salah satu partisipan aktif dalam pasar modal) dengan pihak agen, yaitu manajer sebagai pengelola keuangan perusahaan. Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik, akuntan publik harus mampu menghasilkan opini audit yang berkualitas yang akan berguna tidak saja bagi dunia bisnis, tetapi juga bagi masyarakat luas. Oleh sebab itu, akuntan publik menjadi profesi yang diharapkan banyak orang karena memberikan kontribusi yang relevan dan andal yang dapat dipercaya pada audit dan pendapat yang diberikan.
Pada sektor publik, pemeriksaan biasanya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau oleh akuntan publik atas penunjukkan BPKP, yang dalam menjalankan profesinya akuntan tersebut diatur oleh standar profesional dan kode etik profesi. Secara teknik, audit sektor publik ini sama saja dengan audit pada sektor swasta. Mungkin yang membedakan adalah pada pengaruh politik negara yang bersangkutan dan kebijaksanaan pemerintahan. Tuntutan dilaksanakannya audit pada sektor publik ini adalah dalam rangka pemberian pelayanan publik secara ekonomis, efisien dan efektif, serta sebagai konsekuensi logis dari adanya pelimpahan wewenang dan tanggungjawab dalam menggunakan dana, baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah itu sendiri.
Agar pelaksanaan pengelolaan dana masyarakat yang diamanatkan tersebut transparan dengan memperhatikan value for money, yaitu menjamin dikelolanya uang rakyat tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada kepentingan publik, maka diperlukan suatu pemeriksaan (audit) oleh auditor yang independen. Sehingga dalam hal ini, auditor dituntut untuk melaksanakan audit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan berpedoman pada standar profesional serta kode etik yang berlaku agar dapat menghasilkan kualitas audit yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat (2) mengamanatkan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. Dengan adanya kode etik ini, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.
Selain memiliki integritas dan objektifitas, auditor juga dituntut untuk memiliki rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) dalam setiap melaksanakan
pekerjaanya, memiliki sikap mental independen dalam setiap melakukan audit, serta berpegang teguh pada etika profesional agar dapat mengurangi pelanggaran atau penyimpangan yang dapat terjadi pada proses pengauditan, sehingga dalam hal ini, akuntabilitas, independensi, serta etika profesional merupakan elemen penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor.
Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan kewajibannya yang akan dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya (Diani dan Ria 2007). Akuntabilitas sebagai salah satu prinsip good corporate governance berkaitan dengan pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan hasil yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi. Prinsip akuntabilitas digunakan untuk menciptakan sistem kontrol yang efektif berdasarkan distribusi kekuasaan pemegang saham, direksi dan komisaris. Sehingga dalam hal ini, kontribusi audit adalah untuk menyajikan akuntabilitas, selama dia memberikan pendapat yang independen, apakah laporan keuangan suatu entitas atau organisasi menyajikan hasil operasi yang wajar dan apakah informasi keuangan tersebut disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kriteria atau aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Sedangkan independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit. Independensi merupakan salah satu karakteristik terpenting bagi auditor dan merupakan dasar dari prinsip integritas dan objektifitas. Independensi auditor ini harus tercermin dalam dua unsur sikap mental independen yaitu independen dalam fakta (in fact) dan independen dalam penampilan (in appearance). Independen dalam fakta muncul ketika auditor secara nyata menjaga sikap objektif selama melakukan audit. Independen dalam penampilan merupakan interpretasi orang lain terhadap independensi auditor tersebut. Sehingga ketika auditor menjaga sikap mental independennya, ia akan dapat memberikan pendapat atau kesimpulan apa adanya tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun yang berkepentingan.
Sementara itu, etika profesional terdiri dari dua kata yaitu etika yang dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai, sedangkan profesional berarti tanggungjawab untuk berprilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggungjawab secara individu dan ketentuan dalam peraturan dan hukum di masyarakat (Arens A. Alvin dkk, 2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika profesional merupakan perilaku bagi seorang profesional dalam melakukan praktik profesi untuk memenuhi tanggungjawab kepada publik sesuai dengan prinsip-prinsip moral.
Oleh karena itu, sebuah profesi seperti auditor hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, apabila dalam diri para elit profesional (auditor) tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elit profesional ini.
Maka dari itu, pada era transparan dan terbuka saat ini, menuntut auditor untuk lebih bertanggung jawab terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan, dengan mendasarkan pada kode etik dan standar profesi. Salah satu tujuan dari kode etik tersebut adalah mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit. Prinsip-prinsip perilaku yang berlaku bagi auditor antara lain adalah integritas, objektifitas, kompetensi profesional dan kecermatan, kerahasiaan, dan perilaku profesional (Arens A. Alvin dkk, 2011). Integritas diperlukan agar auditor dapat bertindak jujur dan tegas dalam melaksanakan audit. Objektifitas diperlukan agar auditor dapat bertindak adil tanpa dipengaruhi oleh tekanan atau permintaan pihak tertentu yang berkepentingan atas hasil audit. Kompetensi profesional dan kecermatan diperlukan agar auditor bisa bekerja dengan kinerja yang tinggi berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan sesuai dengan standar teknis dan profesi. Kerahasiaan diperlukan agar auditor menjaga informasi yang diperolehnya selama melakukan audit dan tidak boleh mengungkapkannya tanpa seizin klien kecuali jika ada kewajiban hukum. Perilaku profesional menuntut auditor untuk menjaga dan menahan diri dari setiap perilaku yang dapat mendiskreditkan profesi mereka, termasuk melakukan kelalaian.
Penelitian mengenai akuntabilitas ini pernah dilakukan oleh Messier dan Quilliam (1992) dalam Diani dan Ria (2007), meneliti tentang akuntabilitas seseorang terhadap kualitas pekerjaan, yang mengungkapkan bahwa akuntabilitas yang dimiliki oleh seorang auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini keputusan audit yang berpengaruh terhadap kualitas audit. Kemudian Elisha dan Icuk (2010) yang meneliti tentang akuntabilitas yang dilihat dari tiga aspek yaitu motivasi, pengabdian pada profesi dan kewajiban sosial juga berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun simultan. Selanjutnya Aji (2009) dalam Elisha dan Icuk (2010), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit ditinjau dari persepsi auditor atas independensi, pengalaman, dan akuntabilitas. Penelitian tersebut memberi hasil bahwa independensi, pengalaman, dan akuntabilitas berpengaruh secara simultan terhadap kualitas audit. Selain itu, variabel independensi dan akuntabilitas berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit dan variabel pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Serta variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap kualitas audit adalah akuntabilitas. Kemudian Taufik (2011) meneliti tentang pengaruh faktor-faktor akuntabilitas auditor dan profesionalisme auditor terhadap kualitas auditor. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor-faktor akuntabilitas auditor yaitu motivasi, dan kewajiban sosial berpengaruh positif dan signifikan secara individu terhadap kualitas auditor. Selain itu, empat konsep profesionalisme yaitu pengabdian profesi, kemandirian, dan keyakinan pada profesi, hanya faktor kemandirian yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas auditor.
Sedangkan penelitian mengenai independensi dilakukan oleh Alim, dkk (2007), meneliti tantang pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadapa kualitas audit. Hasil ini konsisten dengan penelitian Shockley (1981),
De Angelo (1981), Knapp (1985), Deis dan Giroux (1992), Mayangsari (2003). Penelitian ini juga memperoleh bukti bahwa interaksi antara atika auditor dan kompetensi tidak memiliki poengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Selanjutnya Ika Sukriah dkk (2009) meneliti tentang pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Penelitian tersebut memberi hasil bahwa pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Selain itu, untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Namun secara simultan, kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan dengan kemampuan menjelaskan terhadap variabel dependen sebesar 58%.
Sementara itu, penelitian tentang etika dilakukan oleh Arleen dan Yulius (2009), meneliti tentang profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan, etika profesi dan pertimbangan tingkat materialitas. hasil temuannya mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan. Kemudian penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuesioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Cushing (1999) menawarkan sebuah kerangka kerja untuk menguji pendekatan standar etika dengan profesi akuntan. Kerangka kerja tersebut berdasarkan pada game theory dengan melalui pembelian opini oleh klien audit. Payamta (2002) menyatakan bahwa berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka syarat-syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah (1) integritas, (2) obyektifitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis, (6) kemampuan profesional, dan (7) perilaku etika. Sementara itu, Nugrahaningsih (2005) dalam Elisha dan Icuk (2010), mengatakan bahwa akuntan memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka berlindung, profesi mereka, masyarakat dan pribadi mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan berusaha menjaga integritas dan obyektivitas mereka.
Penelitian ini merupakan replikasi yang mengkombinasikan penelitian yang dilakukan oleh Ika Sukriah dkk (2009) dan Taufik (2011). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel Etika Profesional (Integritas, objektifitas, kompetensi profesional & kecermatan, Kerahasiaan, Perilaku profesional) dan lokasi penelitian, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau.
2. Kerangka Teoritis dan Hipotesis
2.1 Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976) dalam Arie dan Hilda, memandang hubungan antara manajer dan pemilik dalam kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan keagenan, terjadi kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (prinsipal), dengan pihak lain, yaitu agen. Dalam kontrak, agen terikat untuk memberikan jasa bagi pemilik. Berdasarkan pendelegasian wewenang pemilik kepada agen, manajemen diberi hak untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Karena kepentingan kedua pihak tersebut tidak selalu sejalan, maka sering terjadi benturan kepentingan antara prinsipal dengan agen sebagai pihak yang diserahi wewenang untuk mengelola perusahaan.
Dalam konteks keagenan tersebut, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi memonitor perilaku manajer sebagai agen dan memastikan bahwa agen bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Penggunaan auditor eksternal yang independen merupakan mekanisme yang didorong oleh pasar, dengan tujuan untuk mengurangi agency cost (Jensen dan Meckling (1976); Watts dan Zimmerman (1986); dalam Arie dan Hilda). Pemegang saham mengharapkan auditor untuk dapat menekan kemungkinan terjadinya moral hazard yang dilakukan manajemen, sehingga agency cost yang ditanggung pemegang saham akan berkurang. Namun dari sudut pandang manajer, sejalan dengan morald hazard hypothesis dan kondisi asimetri informasi, manajer cenderung memilih auditor yang memberi keleluasaan untuk memilih prosedur akuntansi yang disukainya, namun sekaligus juga bersedia memberi opini audit yang menguntungkan.
2.2 Attitute and Behaviour Theory
Theory of Attitude and Behaviour yang dikembangkan oleh Triandis (1971) dalam Harlynda Anindhya Putri ( 2011), menyatakan bahwa perilaku ditentukan untuk apa orang-orang ingin lakukan (sikap), apa yang mereka pikirkan akan mereka lakukan (aturan-aturan sosial), apa yang mereka bisa lakukan (kebiasaan) dan dengan konsekuensi perilaku yang mereka pikirkan. Sikap menyangkut komponen kognitif berkaitan dengan keyakinan, sedangkan komponen sikap afektif memiliki konotasi suka atau tidak suka.
Teori sikap dan perilaku ini dapat menjelaskan etika profesional auditor. Seorang auditor yang memiliki etika profesional akan bertindak sesuai dengan peraturan dan standar profesinya. Dalam hal ini, auditor akan mempertahankan integritas, objektifitas, serta sikap mental independennya dalam melaksanakan audit. Auditor mempunyai kewajiban untuk bersikap jujur baik kepada pihak manajemen maupun pihak-pihak lain seperti pemilik, kreditor, investor.
2.3 Akuntabilitas Auditor
Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris accountability yang berarti pertanggungjawaban atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggungjawaban. Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.
Akuntabilitas pada penelitian Taufik Hidayat (2011), menggunakan dua indikator yaitu: Motivasi dan kewajiban sosial. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.
Sedangkan kewajiban sosial merupakan pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut (Rendy, 2007 dalam Taufik, 2011). Jika seorang akuntan menyadari akan betapa besar perannya bagi masyarakat dan bagi profesinya, maka ia akan memiliki sebuah keyakinan bahwa dengan melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi masyarakat dan profesinya tersebut. Maka ia akan merasa berkewajiban untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat dan profesinya tersebut dengan melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Hal inilah yang disebut sebagai kewajiban sosial (Elisha dan Icuk, 2010).
2.4 Independensi
Arens, et.al. (2011), mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai suatu penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit. Sedangkan Mulyadi (1992) mendefinisikan independensi sebagai keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, dan tidak tergantung pada orang lain. Auditor yang independen haruslah auditor yang tidak terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Sehingga sikap mental ini menjadi sangat penting bagi seorang auditor, karena opini yang diberikan oleh auditor independen akan menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika auditor tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun.
Sikap mental independen ini meliputi independen dalam fakta (in fact) dan independen dalam penampilan (in appearance). Independen dalam fakta (in fact) akan ada apabila dalam kenyataannya akuntan publik sebagai auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.
Sedangkan independen dalam penampilan (in appearance) adalah bahwa auditor dalam melaksanakan tugasnya harus menghindari keadaan yang membuat orang lain meragukan kebebasan. Apabila independence in fact dan independence in appearance dapat dipertahankan oleh auditor, maka akan mendorong pihak ketiga atau masyarakat untuk menggunakan laporan keuangan yang tercakup dalam laporan auditor dengan rasa yakin dan percaya sepenuhnya.
2.5 Etika Profesional
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian (Wingjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, apabila dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
2.6 Kualitas Audit
Audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Boynton dkk, 2002).
Dari definisi diatas dapat dinyatakan bahwa audit tidak hanya proses evaluasi atau review terhadap laporan keuangan yang ada, melainkan juga mengenai pengkomunikasian yang tepat terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Hal itu menjadi dasar pengukuran kualitas auditor.
Menurut De Angelo (1981) kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor, dapat menemukan dan melaporkan suatu penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien. Probabilitas penemuan penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal auditor, seperti pengalaman auditor, pendidikan, profesionalisme dan struktur audit perusahaan. Sedangkan probabilitas auditor tersebut melaporkan penyelewengan tersebut tergantung pada independensi auditor.
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), audit yang dilaksanakan auditor dapat berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar auditing. Standar auditing mencakup mutu profesional (profesional qualities) auditor independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor.
1. Standar Umum: auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai, independepensi dalam sikap mental dan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama.
2. Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan: perencanaan dan supervisi audit, pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern, dan bukti audit yang cukup dan kompeten.
3. Standar pelaporan: pernyataan apakah laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pernyataan mengenai ketidakkonsistensian penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pengungkapan informatif dalam laporan keuangan, dan pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.
3. Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro, 2002:115). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor fungsional yang terdaftar dan bekerja pada Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau.
Dalam penelitian ini, sampel yang diteliti adalah keseluruhan dari elemen populasi yang ada. Hal ini dikarenakan bahwa menurut peneliti, seluruh populasi yang ada bisa diteliti secara keseluruhan karena tidak terlalu banyak, yaitu 55 orang auditor.
3.2 Objek dan Lokasi Penelitian
Objek penelitian ini adalah auditor fungsional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman nomor 721 Pekanbaru, Riau.
3.3 Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber atau tempat dimana penelitian dilakukan secara langsung (Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002:65). Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002:65). Sebagai suatu penelitian empiris maka data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku paket, artikel, jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan metode survei menggunakan kuesioner tertutup. Pengiriman kuesioner dilakukan secara langsung kepada auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu pendahuluan, tahap persiapan penelitian dan tahap pelaksanaan penelitian.
1. Tahap pendahuluan
Pada tahap ini penulis melakukan pencarian informasi tentang BPK Perwakilan Provinsi Riau dan berapa jumlah auditor yang bekerja, kemudian selanjutnya dengan surat ijin penelitian dari Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Riau, peneliti melakukan penelitian pada seluruh auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau.
2. Tahap persiapan
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian.
3. Tahap pelaksanaan penelitian
Pada tahap ini penelitian dilakukan dengan metode survei secara langsung ke BPK Perwakilan Provinsi Riau dan melakukan penyebaran kuesioner kepada para auditor melalui Sub Bagian Hukum dan Humas. Setelah data diperoleh langkah berikutnya adalah melakukan tabulasi data, penyortiran, dan pemrosesan data untuk dianalisis lebih lanjut.
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen merupakan tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel dependen merupakan tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro, 2002).
Variabel independen dalam penelitian ini yaitu akuntabilitas auditor yang diproksikan dengan motivasi dan kewajiban sosial, independensi, serta etika profesional yang diproksikan dengan integritas, objektifitas, kompetensi profesional & kecermatan, kerahasiaan, dan perilaku profesional. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit.
1. Akuntabilitas Auditor (X1)
Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk mempertanggungjawakan sesuatu yang telah mereka kerjakan kepada lingkungannya atau orang lain. Pada penelitian ini, akuntabilitas akan diukur dengan dimensi motivasi dan kewajiban sosial. Item-item pertanyaan tentang motivasi diadopsi dari penelitian Muh. Taufiq Efendy (2010) dan pertanyaan tentang kewajiban sosial diadopsi dari penelitian Reni Yendrawati (2008). Instrumen pertanyaan diukur dengan skala likert 1-5 yaitu dengan keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.
2. Independensi (X2)
Independensi merupakan sikap auditor yang tidak memihak, tidak mempunyai kepentingan pribadi, dan tidak mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam memberikan pendapat atau kesimpulan serta melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengukur independensi diadopsi dari penelitian Haslinda Lubis (2009) yang terdiri dari enam item pertanyaan dengan tiga indikator yaitu memiliki objektifitas, memiliki kejujuran, dan tidak mengkompromikan kualitas. Masing-masing item pertanyaan tersebut diukur dengan skala likert 1-5, yaitu dengan keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.
3. Etika Profesional (X3)
Etika profesional merupakan perilaku bagi seorang profesional dalam melakukan praktik profesi untuk memenuhi tanggungjawab kepada publik sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Etika profesional yang dimaksud dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan lima dimensi dalam prinsip etika yang telah diatur dalam kode etik IAPI bagian A yaitu: integritas, objektifitas, kompetensi profesional & kecermatan, kerahasiaan, dan perilaku profesional. Instrumen dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian Ika Sukriah (2009), Eunike Christina Elfarini (2007), dan Haslinda Lubis (2009) dengan beberapa modifikasi yang diukur dengan menggunakan skala likert 1-5 yaitu dengan keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.
4. Kualitas Audit (Y)
Kualitas audit adalah kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor (De Angelo, 1981 dalam Kusharyanti, 2002).
Adapun yang menjadi indikator dalam pengukuran kualitas audit yaitu keakuratan temuan audit, sikap skeptis, nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit, dan tindak lanjut hasil audit. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas audit ini diadopsi dari penelitian Muh. Taufiq Efendy (2010) yang terdiri dari delapan item pernyataan. Masing-masing item pertanyaan tersebut diukur dengan menggunakan Skala Likert 1-5 yaitu dengan keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.
3.6 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Uji Kualitas Data
a. Uji Validitas
Validitas data penelitian ditentukan oleh proses pengukuran akurat dan kuat. Suatu instrumen pengukur dikatakan mempunyai validitas data yang tinggi apabila instrumen tersebut dapat mengukur konstruk yang sesuai dengan yang diharapkan peneliti (Sugiyono, 2005).
Menurut Ghozali (2005) uji validitas data penelitian dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Melakukan korelasi antara masing-masing indikator variabel terhadap dengan total skor konstruk atau variabel.
2. Uji validitas dengan melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk.
3. Uji dengan confirmatory faktor analysis (CFA), yaitu untuk menguji apakah suatu konstruk mempunyai unidimensionalitas.
Dalam penelitian ini, uji validitas data penelitian yang peneliti gunakan adalah dengan melakukan korelasi bivariate (Pearson correlation) antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Jika korelasi antara masing-masing skor indikator terhadap total skor konstruk menunjukkan nilai positif dan hasil signifikan, maka dinyatakan valid, dalam hal ini signifikansi pada level 0,01 (2 tailed).
b. Uji Reliabilitas
Instrumen dikatakan sangat reliabel jika memberikan hasil yang konsisten dan stabil dari waktu ke waktu (Santoso, 2001; 270). Pengujian konsistensi internal dalam penelitian ini menggunakan koefisien cronbach alpha. Teknik ini dipilih karena peneliti hanya memerlukan sekali pengujian dengan menggunakan teknik statistik tertentu terhadap skor jawaban responden yang dihasilkan dari penggunaan instrumen yang bersangkutan. Selain itu, teknik croncbach alpha merupakan teknik pengujian konsistensi reabilitas antar item yang paling popular dan menunjukkan indeks konsistensi reabilitas cukup sempurna (Sekaran, 2003).
Uji reliabilitas dalam suatu penelitian dapat dilakukan dengan dua cara (Prastito, 2004), yaitu:
1. Repeated measurement method (metode pengukuran secara berulang), prinsipnya adalah dengan membandingkan hasil pengukuran pertama dengan hasil pengukuran kedua yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda.
2. One shoot method (metode yang dilakukan sekali pengukuran). Pengukuran ini disebut juga dengan pengujian internal consistency. dengan metode ini pengukuran cukup dilakukan satu kali.
Sedangkan cara menghitungnya peneliti menggunakan uji reliabilitas dengan koefesien croncbach alpha sama atau lebih dari 0,5 (Nunnaly, 1981). Apabila koefisien croncbach alpha yang dihasilkan sama atau lebih dari 0,5 maka instrumen tersebut lebih reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini.
2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi linier berganda, terlebih dahulu akan diuji normalitas, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinieritas.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali 2005). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas data tersebut dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu menggunakan Uji Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S), grafik histogram dan kurva penyebaran P-Plot.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ketiga uji tersebut. Untuk uji Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S) yaitu jika nilai hasil Uji K-S > dibandingkan taraf signifikansi 0,01 maka sebaran data tidak menyimpang dari kurva normalnya. Sedangkan melalui pola penyebaran P Plot, suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi titik-titik data menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal. Sementara itu, untuk grafik histogram yakni apabila bentuk kurva memiliki kemiringan yang cenderung seimbang baik pada sisi kiri maupun sisi kanan dan kurva berbentuk lonceng yang hampir sempurna.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamataan ke pengamatan yang lain, atau disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas (Ghozali, 2005 :105).
Dalam penelitian ini, untuk menguji ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan metode pengujian Glejser Test, yaitu dengan cara meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel independen. Jika probabilitas signifikansi masing-masing variabel independen > 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi (Ghozali, 2005).
c. Uji Multikolinearitas
Uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain. Dalam penelitian ini, uji multikolinieritas dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai Tolerance. Jika nilai VIF dibawah 10 dan nilai tolerance diatas 0,10 maka tidak terjadi gejala multikolinieritas (Ghozali, 2005).
3.7 Metode Pengujian Statistik
1. Analisis Regresi
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas audit sebagai variabel dependen (variabel terikat) yang dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas) yaitu akuntabilitas auditor, independensi, dan etika profesional. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini dapat diuji dengan menggunakan regresi linier berganda yang dapat diformulasikan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan: Y = Kualitas Audit
A = Konstanta
b(1,2,3) = Koefesien regrasi
X1 = Akuntabilitas auditor
X2 = Independensi
X3 = Etika profesional
e = Error
2. Uji Simultan (Uji F)
Uji Simultan (uji F) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), yaitu dengan membandingkan F Hitung dengan F Tabel dengan tingkat kepercayaan 95% dan signifikansi 0.05. Dasar pengambilan keputusan yang digunakan adalah:
a. Jika F hitung > F tabel maka hipotesis diterima.
b. Jika F hitung < F tabel maka hipotesis ditolak.
3. Uji Koefesien Determinasi (r2)
Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan dari masing-masing variabel independen secara bersama-sama terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2). Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.
3.8 Metode Pengujian Hipotesis
Metode pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji t yaitu untuk mengetahui pengaruh parsial masing-masing variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit (Y), dan variabel independen terdiri dari akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika profesional (X3).
Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel yaitu:
a. Jika nilai t-hitung > t-tabel maka hipotesis diterima
b. Jika nilai t-hitung < t-tabel maka hipotesis ditolak.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditor fungsional yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. BPK Perwakilan Provinsi Riau mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada pemerintah Privinsi Riau, Kota/Kabupaten di Provinsi Riau, serta BUMD dan lembaga terkait di lingkungan entitas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang dilimpahkan oleh Auditorat Kuangan Negara (AKN).
Penelitian ini dilakukan terhadap auditor fungsional yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau yaitu sebanyak 55 orang. Pendistribusian kuesioner kepada responden melalui Sub Bagian Hukum dan Humas BPK Perwakilan Provinsi Riau atau kontak person, demikian juga
halnya pengembalian kuesioner dari responden kepada peneliti melalui Sub Bagian Hukum dan Humas BPK Perwakilan Provinsi Riau atau kontak person. Kuisioner yang telah diisi tersebut secara langsung diterima oleh peneliti dari Sub Bagian Hukum dan Humas.
Penyebaran dan pengumpulan kuesioner dilakukan selama tiga bulan yaitu mulai akhir Januari sampai dengan awal April 2012. Jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 55 eksemplar. Jumlah keseluruhan kuesioner yang diisi dan kembali kepada peneliti dari Sub Bagian Hukum dan Humas BPK Perwakilan Provinsi Riau sebanyak 36 eksemplar dengan tingkat pengembalian 65,45%.
Setelah dilakukan penyortiran data atas jawaban responden ditemukan dua eksemplar kuesioner yang tidak lengkap. Kuesioner yang tidak lengkap tersebut tidak diikutkan dalam analisis data selanjutnya. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 34 responden dengan tingkat pengembalian efektif adalah 61,82%.
Ada pun gambaran umum profil seluruh responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini lebih dominan laki-laki yaitu sebesar 67,65%, sedangkan perempuan hanya sebesar 32,35%. Sementara itu, responden yang menjadi objek penelitian ini berdasarkan kelompok umur adalah rata-rata berumur 21-30 tahun yaitu sebanyak 14 orang atau 41,18%, umur 31-40 tahun sebanyak 13 orang atau 38,24%. Hal ini menunjukkan bahwa auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau rata-rata masih muda. Sedangkan untuk tingkat pendidikan menggambarkan bahwa auditor yang bekerja pada BPK RI sebagian besar adalah berpendidikan sarjana satu (S1) yaitu sebanyak 24 orang atau 70,59%. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai auditor merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan pendidikan tinggi. Kemudian dilihat dari lamanya bekerja, responden dalam penelitian ini sudah bekerja selama 1-5 tahun yaitu sebanyak 21 orang atau 61,76%. Kondisi demikian menunjukkan bahwa rata-rata responden masih bekerja belum cukup lama sebagai auditor di BPK Perwakilan Provinsi Riau.
4.2 Uji Validitas, Reliabilitas, dan Uji Asumsi Klasik
Uji validitas dilakukan dengan melakukan korelasi bivariate (pearson correlation) antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Suatu indikator pertanyaan dikatakan valid apabila korelasi antara masing-masing indikator menunjukkan hasil yang signifikan. Dari hasil uji validitas menunjukkan bahwa koofesien korelasi (pearson correlation) untuk setiap item butir pertanyaan dengan skor total variabel akuntabilitas (X1), independensi (X2), etika profesional (X3), dan kualitas audit (Y) menunjukkan korelasi yang positif dengan tingkat signifikan pada level 0,01. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa setiap item indikator instrumen dalam penelitian ini adalah valid.
Uji reliabilitas dilakukan dengan uji cronbach alpha menggunakan SPSS. Suatu konstruk dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,50 (Nunnaly, 1981). Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa besarnya nilai Cronbach Alpha pada seluruh variabel baik X1, X2, dan X3 lebih besar dari 0,50, sedangkan untuk variabel Y nilai Cronbach Alpha dibawah 0,50. Namun secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel Reliability Statistics nilai Cronbach Alpha sebesar 0,603 yang berada diatas 0,50 dan sesuai dengan dasar pengambilan
keputusan, hal ini berarti bahwa butir atau item pernyataan tersebut reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian.
Uji asumsi klasik dalam penelitian ini dengan melihat grafik dan nilai Kolmologorov-Smirnov (Uji K-S). Uji grafik dan nilai signifikansi dari Uji K-S masing-masing yaitu: 0.657, 0.017, 0.134. dan 0.352. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa sebaran data tidak menunjukkan penyimpangan dari kurva normalnya, yang berarti bahwa sebaran data telah memenuhi asumsi normalitas serta tidak terjadi heteroskedastisitas yang ditunjukka dengan nilai probabilitas signifikansi (Sig) masing-masing variabel independen lebih besar dari 0,05.
Uji multikolinieritas menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF<10 maka dinyatakan tidak ada korelasi sempurna antar variabel bebas dan sebaliknya (Ghozali,2005:92). Hasil yang ditunjukkan dari nilai VIF untuk akuntabilitas, independensi, dan etika profesional berturut-turut sebesar 1,154, 3,228, dan 3,071. Nilai VIF tersebut lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini tidak terjadi masalah multikolinearitas pada model regresi. Begitu juga dengan nilai Tolerance yang semuanya diatas 0,10 yaitu 0,867, 0,310, dan 0,326.
4.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan melihat uji t untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap vaariabel dependen. Dari pengujian yang dilakukan, akuntabiitas auditor memiliki nilai t sebesar (-0,792), nilai koefesien B sebesar (-0,107), dan tingkat signifikansi sebesar 0,435. Hal ini menandakan bahwa koefesien variabel akuntabilitas auditor (X1) memiliki pengaruh negatif sebesar (-0,107) terhadap kualitas audit (Y). Artinya semakin tinggi akuntabilitas auditor tidak diikuti dengan tingginya kualitas audit yang dihasilkan. Independensi memiliki nilai t sebesar 1,316, nilai koefesien B sebesar 0,407, dan tingkat signifikansi sebesar 0,198. Variabel independensi (X2) tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit (Y) yang ditunjukkan oleh nilai t hitung sebesar 1,316 < 2,042 dengan nilai signifikansi 0,198 > 0,05. Artinya adalah semakin tinggi independensi yang dimiliki oleh auditor tidak diikuti oleh tingginya kualitas audit yang dihasilkan. Etika Profesional memiliki nilai t sebesar 3,171, nilai koefesien B sebesar 0,162, dan tingkat signifikansi sebesar 0,003. Hal ini menandakan bahwa koefesien variabel etika profesional (X3) memiliki pengaruh positif terhadap kualitas audit (Y) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003. Artinya semakin tinggi etika profesional auditor maka semakin tinggi pula kualitas auditnya. Konstanta sebesar 2,816 berarti bahwa seorang auditor tetap dapat memiliki kualitas audit sebesar konstanta meskipun variabel independennya bebas (nol).
Berikut adalah hasil persamaan regresi linier berganda yang terbentuk:
Y = 2,816 + (-0,107) X1 + 0,407 X2 + 0,162 X3
Hasil uji koefesien determinasi diperoleh nilai R Square (r2) sebesar 0,645 (64,5%). Sehingga dapat dikatakan bahwa 64,5% variabel terikat yaitu kualitas audit (Y) pada model dapat dijelaskan oleh variabel bebas yaitu variabel akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika professional (X3) sedangkan sisanya 35,5% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian ini.
Demikian juga jika dilihat dari nilai adjusted R Square yang bernilai = 0,609 yang artinya nilai R2 yang disesuaikan terhadap variabel bebas yang ada. Berarti 60,9% variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikatnya sedangkan sisa 39,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
4.4 Pembahasan
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa akuntabilitas auditor, independensi, dan etika profesional secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor fungsional pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. Hal ini berarti jika akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika profesional (X3) secara bersama-sama mengalami kenaikan maka akan berdampak pada kenaikan kualitas audit (Y). Sebaliknya jika akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika profesional (X3) secara bersama-sama mengalami penurunan maka akan berdampak pada penurunan kualitas audit (Y).
Namun hasil penelitian secara parsial menyatakan bahwa akuntabilitas auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. Pengaruh yang ditimbulkan adalah negatif dengan nilai t sebesar -0,792, yang artinya semakin tinggi tingkat akuntabilitas seorang auditor maka semakin rendah kualitas auditnya. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian dari M. Taufik Hidayat (2011), dan Elisha & Icuk (2010), yang menyatakan bahwa akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit.
Begitu juga dengan variabel independensi tidak mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit dengan nilai t hitung sebesar 1,316. Artinya adalah semakin tinggi independensi auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau tidak diikuti oleh tingginya kualitas audit yang dihasilkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Muh. Taufiq Efendy (2010) dan Ika Sukriah, dkk (2009), yang menyatakan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Christiawan (2002), Trisnaningsih (2007) dan Alim dkk., (2007) yang menyatakan independensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan oleh faktor perbedaan lokasi penelitian dan juga perbedaan objek penelitian yaitu auditor swasta (KAP) dan auditor pemerintah (BPK).
Sedangkan untuk variabel etika profesional memiliki pengaruh positif terhadap kualitas audit dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003. Artinya adalah semakin tinggi etika profesional yang dimiliki oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau maka semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan. Hal ini menandakan bahwa etika profesional yang tinggi sangat penting bagi seorang auditor agar pekerjaan audit yang dilakukan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kualitas auditnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Haslinda Lubis (2009) yang menyatakan bahwa kepatuhan terhadap etika profesi berpengaruh terhadap kualitas audit.
Dalam penelitian ini juga diperoleh nilai koefesien determinasi R Square (R2) sebesar 0,645 (64,5%). Sehingga dapat dikatakan bahwa 64,5% variabel terikat yaitu kualitas audit (Y) pada model dapat dijelaskan oleh variabel bebas
yaitu variabel akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika professional (X3) sedangkan sisanya 35,5% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian ini. Demikian juga jika dilihat dari nilai adjusted R Square yang bernilai = 0,609 yang artinya nilai R2 yang disesuaikan terhadap variabel bebas yang ada. Berarti 60,9% variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikatnya sedangkan sisa 39,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
5. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara bersama-sama (simultan) akuntabiltas auditor, independensi, dan etika profesional berpengaruh terhadap kualitas audit pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau.
2. Secara parsial etika profesional berpengaruh positif terhadap kualitas audit pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. Sedangkan akuntabilitas auditor dan independensi tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang hanya terbatas pada objek penelitian profesi auditor yang bekerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. Sehingga dimungkinkan adanya perbedaan hasil, pembahasan ataupun kesimpulan untuk objek penelitian yang berbeda, serta kesimpulan yang diambil mungkin hanya berlaku pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau dan tidak dapat digeneralisasikan pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) se Indonesia. Selain itu, dalam penelitian ini hanya menggunakan kuisioner, sehingga masih ada kemungkinan kelemahan-kelemahan yang ditemui, seperti jawaban yang tidak cermat, tidak serius dan responden yang menjawab tidak jujur, serta pertanyaan yang kurang lengkap atau kurang dipahami oleh responden. Variabel yang digunakan untuk mengukur pengaruhnya terhadap kualitas audit dalam penelitian ini juga hanya sebatas pengaruh akuntabilitas auditor, independensi, dan etika profesional, sehingga masih banyak faktor lain yang perlu ditambahkan.
Dengan segala keterbatasan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka peneliti memberikan saran untuk penelitian selanjutnya, antara lain:
1. Menambah jumlah sampel yang diteliti dan memperluas lokasi penelitian sehingga diharapkan tingkat generalisasi dari analisis lebih akurat.
2. Menambah variabel-variabel lain seperti pengalaman, keahlian, kinerja, loyalitas, dan program kerja pemeriksaan yang memiliki kemungkinan untuk berpengaruh terhadap kualitas audit.
3. Agar peneliti selanjutnya juga menggunakan data skunder sebagai data penelitian seperti data KKP dan konsistensi atas laporan hasil audit.
DAFTAR PUSTAKA
Alim, M. Nizarul, dkk. 2007. Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar.
Arens A. Alvin dkk., 2011. Jasa audit dan assurance pendekatan terpadu (adaptasi Indonesia). Buku I, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Boynton, Johnson dan Kell, 2002. Modern auditing. Edisi Ketujuh Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.
DeAngelo, L.E, 1981. Auditor size and audit quality. Journal of Accounting & Economics.
Efendy, M. Taufik, 2010. Pengaruh kompetensi, independensi, dan motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Tesis Maksi: Universitas Diponegoro. Semarang.
Elisha & Icuk, 2010. Pengaruh independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Simposium Nasional Akuntansi XIII, Unsoed Purewokerto.
Hapsari, Trisni dkk, 2007. Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar.
Harhinto, Teguh . 2004. Pengaruh keahlian dan independensi terhadap kualitas audit studi empiris pada KAP di Jawa Timur. Tesis Maksi : Universitas Diponegoro. Semarang.
Herawaty & Yulius, 2009. Pengaruh profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. JAAI Vol. 13 NO. 2: 211–220
Hidayat, M. Taufik, 2011. Pengaruh faktor-faktor akuntabilitas auditor dan profesionalisme auditor terhadap kualitas auditor. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Hoitash, Rani; Markelevich, Ariel & Barragato, Charles A, 2007. Auditor fees and audit quality. Managerial Auditing Journal. Vol 22 No. 8 pp. 761-786.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2001. Standar profesional akuntan publik. Salemba Empat, Jakarta.
Indriantoro, N., dan B. Supomo, 2002. Metodologi penelitian bisnis untuk akuntansi & manajemen. Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Jamilah, Siti, 2007. Pengaruh gender, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar.
Kusharyanti. 2003. Temuan penelitian mengenai kualitas audit dan kemungkinan topik penelitian di masa datang. Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Desember).
Lubis, Haslinda, 2009. Pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesional, dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi Sumatera Utara. Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Mardisar, Diani dan Ria Nelly Sari, 2007. Pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar.
Nunnaly, J.C. 1981. Psychometric theory. 2nd edition. Tata McGraw Hill. New Delhi
Pusdiklatwas BPKP, 2007. Akuntabilitas instansi pemerintah. Edisi kelima.
Putri, H.A, 2011. Pengaruh aturan etika dan independensi terhadap kepuasan kerja internal auditor, dengan profesionalisme sebagai variabel intervening. Skripsi, Universitas Diponegooro, Semarang.
Skinner, Douglas J & Srinivasan, Suraj, 2011. Audit quality and auditor reputation: Evidence from Japan. Working paper No. 10-15, Chicago Booth.
Sukriah, Ika dkk, 2009. Pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Jurnal Akuntansi.
Wibowo, Arie dan Hilda Rossieta, Faktor-faktor determinasi kualitas audit–suatu studi dengan pendekatan earnings surprise benchmark. Tesis Pascasarjana Ilmu Akuntansi FE UI.
Watkins, Ann L; Hillison, William & Morecroft, Susan E. 2004. Audit quality: a synthesis of theory and empirical evidence. Journal of Accounting Literature Vol. 23 pp. 153-193.
This research aims to analyze and gets empirical prove of the influence of auditor accountability, independency, and professional ethic to the audit quality in the Financial Checkered Institute Delegation of Riau Province. Auditor accountability are measured by two dimensions, namely motivation, and social obligations. Independency are measured by three indicators, which is having objectivity, having sincerity, and don't compromise quality. Meanwhile professional ethic are measured with five dimensions which is integrity, objectivity, professional's interest & accuracy, secrecy, and professional’s behaviour.
This research is a quantitative model using multiple linear regression to determine the effect of each independent and dependent variables. The population of this research is all of functional auditor in the Financial Checkered institute Delegation of Riau Province. The sample that is taken are all population which is as much 55 respondents with data taking via questionnaire's broadcast.
This research outcomes represent that partially auditor accountability and independency are not impact to the audit quality of Financial Checkered Institute Delegation of Riau Province. Meanwhile, the professional ethic is positive impact to the audit quality of Financial Checkered Institute Delegation of Riau Province. In the meantime, the observational result simultan represent that all independent variable which is auditor accountability, independency, and professional ethic are impact to the audit quality of Financial Checkered Institute Delegation of Riau Province.
Key word: auditor accountability, independency, professional ethic, and audit quality.
1. Pendahuluan
Akibat krisis global yang terjadi pada tahun 2008 yang lalu, para pemimpin negara-negara G20 (dalam London Summit 2008) memutuskan beberapa kebijakan yang akan diambil dalam reformasi perekonomian. Salah satu kebijakan yang penting adalah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan dalam pasar modal, termasuk meningkatkan kualitas audit dari akuntan publik untuk menjamin keterbukaan dan akurasi informasi keuangan perusahaan. Akuntan publik adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (yaitu pemegang saham, terutama publik sebagai salah satu partisipan aktif dalam pasar modal) dengan pihak agen, yaitu manajer sebagai pengelola keuangan perusahaan. Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik, akuntan publik harus mampu menghasilkan opini audit yang berkualitas yang akan berguna tidak saja bagi dunia bisnis, tetapi juga bagi masyarakat luas. Oleh sebab itu, akuntan publik menjadi profesi yang diharapkan banyak orang karena memberikan kontribusi yang relevan dan andal yang dapat dipercaya pada audit dan pendapat yang diberikan.
Pada sektor publik, pemeriksaan biasanya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau oleh akuntan publik atas penunjukkan BPKP, yang dalam menjalankan profesinya akuntan tersebut diatur oleh standar profesional dan kode etik profesi. Secara teknik, audit sektor publik ini sama saja dengan audit pada sektor swasta. Mungkin yang membedakan adalah pada pengaruh politik negara yang bersangkutan dan kebijaksanaan pemerintahan. Tuntutan dilaksanakannya audit pada sektor publik ini adalah dalam rangka pemberian pelayanan publik secara ekonomis, efisien dan efektif, serta sebagai konsekuensi logis dari adanya pelimpahan wewenang dan tanggungjawab dalam menggunakan dana, baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah itu sendiri.
Agar pelaksanaan pengelolaan dana masyarakat yang diamanatkan tersebut transparan dengan memperhatikan value for money, yaitu menjamin dikelolanya uang rakyat tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada kepentingan publik, maka diperlukan suatu pemeriksaan (audit) oleh auditor yang independen. Sehingga dalam hal ini, auditor dituntut untuk melaksanakan audit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan berpedoman pada standar profesional serta kode etik yang berlaku agar dapat menghasilkan kualitas audit yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Dalam Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat (2) mengamanatkan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. Dengan adanya kode etik ini, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.
Selain memiliki integritas dan objektifitas, auditor juga dituntut untuk memiliki rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) dalam setiap melaksanakan
pekerjaanya, memiliki sikap mental independen dalam setiap melakukan audit, serta berpegang teguh pada etika profesional agar dapat mengurangi pelanggaran atau penyimpangan yang dapat terjadi pada proses pengauditan, sehingga dalam hal ini, akuntabilitas, independensi, serta etika profesional merupakan elemen penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor.
Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan kewajibannya yang akan dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya (Diani dan Ria 2007). Akuntabilitas sebagai salah satu prinsip good corporate governance berkaitan dengan pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan hasil yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi. Prinsip akuntabilitas digunakan untuk menciptakan sistem kontrol yang efektif berdasarkan distribusi kekuasaan pemegang saham, direksi dan komisaris. Sehingga dalam hal ini, kontribusi audit adalah untuk menyajikan akuntabilitas, selama dia memberikan pendapat yang independen, apakah laporan keuangan suatu entitas atau organisasi menyajikan hasil operasi yang wajar dan apakah informasi keuangan tersebut disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kriteria atau aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Sedangkan independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit. Independensi merupakan salah satu karakteristik terpenting bagi auditor dan merupakan dasar dari prinsip integritas dan objektifitas. Independensi auditor ini harus tercermin dalam dua unsur sikap mental independen yaitu independen dalam fakta (in fact) dan independen dalam penampilan (in appearance). Independen dalam fakta muncul ketika auditor secara nyata menjaga sikap objektif selama melakukan audit. Independen dalam penampilan merupakan interpretasi orang lain terhadap independensi auditor tersebut. Sehingga ketika auditor menjaga sikap mental independennya, ia akan dapat memberikan pendapat atau kesimpulan apa adanya tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun yang berkepentingan.
Sementara itu, etika profesional terdiri dari dua kata yaitu etika yang dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai, sedangkan profesional berarti tanggungjawab untuk berprilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggungjawab secara individu dan ketentuan dalam peraturan dan hukum di masyarakat (Arens A. Alvin dkk, 2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika profesional merupakan perilaku bagi seorang profesional dalam melakukan praktik profesi untuk memenuhi tanggungjawab kepada publik sesuai dengan prinsip-prinsip moral.
Oleh karena itu, sebuah profesi seperti auditor hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, apabila dalam diri para elit profesional (auditor) tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elit profesional ini.
Maka dari itu, pada era transparan dan terbuka saat ini, menuntut auditor untuk lebih bertanggung jawab terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan, dengan mendasarkan pada kode etik dan standar profesi. Salah satu tujuan dari kode etik tersebut adalah mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit. Prinsip-prinsip perilaku yang berlaku bagi auditor antara lain adalah integritas, objektifitas, kompetensi profesional dan kecermatan, kerahasiaan, dan perilaku profesional (Arens A. Alvin dkk, 2011). Integritas diperlukan agar auditor dapat bertindak jujur dan tegas dalam melaksanakan audit. Objektifitas diperlukan agar auditor dapat bertindak adil tanpa dipengaruhi oleh tekanan atau permintaan pihak tertentu yang berkepentingan atas hasil audit. Kompetensi profesional dan kecermatan diperlukan agar auditor bisa bekerja dengan kinerja yang tinggi berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan sesuai dengan standar teknis dan profesi. Kerahasiaan diperlukan agar auditor menjaga informasi yang diperolehnya selama melakukan audit dan tidak boleh mengungkapkannya tanpa seizin klien kecuali jika ada kewajiban hukum. Perilaku profesional menuntut auditor untuk menjaga dan menahan diri dari setiap perilaku yang dapat mendiskreditkan profesi mereka, termasuk melakukan kelalaian.
Penelitian mengenai akuntabilitas ini pernah dilakukan oleh Messier dan Quilliam (1992) dalam Diani dan Ria (2007), meneliti tentang akuntabilitas seseorang terhadap kualitas pekerjaan, yang mengungkapkan bahwa akuntabilitas yang dimiliki oleh seorang auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini keputusan audit yang berpengaruh terhadap kualitas audit. Kemudian Elisha dan Icuk (2010) yang meneliti tentang akuntabilitas yang dilihat dari tiga aspek yaitu motivasi, pengabdian pada profesi dan kewajiban sosial juga berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun simultan. Selanjutnya Aji (2009) dalam Elisha dan Icuk (2010), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit ditinjau dari persepsi auditor atas independensi, pengalaman, dan akuntabilitas. Penelitian tersebut memberi hasil bahwa independensi, pengalaman, dan akuntabilitas berpengaruh secara simultan terhadap kualitas audit. Selain itu, variabel independensi dan akuntabilitas berpengaruh secara parsial terhadap kualitas audit dan variabel pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Serta variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap kualitas audit adalah akuntabilitas. Kemudian Taufik (2011) meneliti tentang pengaruh faktor-faktor akuntabilitas auditor dan profesionalisme auditor terhadap kualitas auditor. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor-faktor akuntabilitas auditor yaitu motivasi, dan kewajiban sosial berpengaruh positif dan signifikan secara individu terhadap kualitas auditor. Selain itu, empat konsep profesionalisme yaitu pengabdian profesi, kemandirian, dan keyakinan pada profesi, hanya faktor kemandirian yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas auditor.
Sedangkan penelitian mengenai independensi dilakukan oleh Alim, dkk (2007), meneliti tantang pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadapa kualitas audit. Hasil ini konsisten dengan penelitian Shockley (1981),
De Angelo (1981), Knapp (1985), Deis dan Giroux (1992), Mayangsari (2003). Penelitian ini juga memperoleh bukti bahwa interaksi antara atika auditor dan kompetensi tidak memiliki poengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Selanjutnya Ika Sukriah dkk (2009) meneliti tentang pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Penelitian tersebut memberi hasil bahwa pengalaman kerja, obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Selain itu, untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Namun secara simultan, kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan dengan kemampuan menjelaskan terhadap variabel dependen sebesar 58%.
Sementara itu, penelitian tentang etika dilakukan oleh Arleen dan Yulius (2009), meneliti tentang profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan, etika profesi dan pertimbangan tingkat materialitas. hasil temuannya mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan. Kemudian penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuesioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Cushing (1999) menawarkan sebuah kerangka kerja untuk menguji pendekatan standar etika dengan profesi akuntan. Kerangka kerja tersebut berdasarkan pada game theory dengan melalui pembelian opini oleh klien audit. Payamta (2002) menyatakan bahwa berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka syarat-syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah (1) integritas, (2) obyektifitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis, (6) kemampuan profesional, dan (7) perilaku etika. Sementara itu, Nugrahaningsih (2005) dalam Elisha dan Icuk (2010), mengatakan bahwa akuntan memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka berlindung, profesi mereka, masyarakat dan pribadi mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan berusaha menjaga integritas dan obyektivitas mereka.
Penelitian ini merupakan replikasi yang mengkombinasikan penelitian yang dilakukan oleh Ika Sukriah dkk (2009) dan Taufik (2011). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel Etika Profesional (Integritas, objektifitas, kompetensi profesional & kecermatan, Kerahasiaan, Perilaku profesional) dan lokasi penelitian, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau.
2. Kerangka Teoritis dan Hipotesis
2.1 Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976) dalam Arie dan Hilda, memandang hubungan antara manajer dan pemilik dalam kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan keagenan, terjadi kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (prinsipal), dengan pihak lain, yaitu agen. Dalam kontrak, agen terikat untuk memberikan jasa bagi pemilik. Berdasarkan pendelegasian wewenang pemilik kepada agen, manajemen diberi hak untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik. Karena kepentingan kedua pihak tersebut tidak selalu sejalan, maka sering terjadi benturan kepentingan antara prinsipal dengan agen sebagai pihak yang diserahi wewenang untuk mengelola perusahaan.
Dalam konteks keagenan tersebut, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi memonitor perilaku manajer sebagai agen dan memastikan bahwa agen bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Penggunaan auditor eksternal yang independen merupakan mekanisme yang didorong oleh pasar, dengan tujuan untuk mengurangi agency cost (Jensen dan Meckling (1976); Watts dan Zimmerman (1986); dalam Arie dan Hilda). Pemegang saham mengharapkan auditor untuk dapat menekan kemungkinan terjadinya moral hazard yang dilakukan manajemen, sehingga agency cost yang ditanggung pemegang saham akan berkurang. Namun dari sudut pandang manajer, sejalan dengan morald hazard hypothesis dan kondisi asimetri informasi, manajer cenderung memilih auditor yang memberi keleluasaan untuk memilih prosedur akuntansi yang disukainya, namun sekaligus juga bersedia memberi opini audit yang menguntungkan.
2.2 Attitute and Behaviour Theory
Theory of Attitude and Behaviour yang dikembangkan oleh Triandis (1971) dalam Harlynda Anindhya Putri ( 2011), menyatakan bahwa perilaku ditentukan untuk apa orang-orang ingin lakukan (sikap), apa yang mereka pikirkan akan mereka lakukan (aturan-aturan sosial), apa yang mereka bisa lakukan (kebiasaan) dan dengan konsekuensi perilaku yang mereka pikirkan. Sikap menyangkut komponen kognitif berkaitan dengan keyakinan, sedangkan komponen sikap afektif memiliki konotasi suka atau tidak suka.
Teori sikap dan perilaku ini dapat menjelaskan etika profesional auditor. Seorang auditor yang memiliki etika profesional akan bertindak sesuai dengan peraturan dan standar profesinya. Dalam hal ini, auditor akan mempertahankan integritas, objektifitas, serta sikap mental independennya dalam melaksanakan audit. Auditor mempunyai kewajiban untuk bersikap jujur baik kepada pihak manajemen maupun pihak-pihak lain seperti pemilik, kreditor, investor.
2.3 Akuntabilitas Auditor
Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris accountability yang berarti pertanggungjawaban atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggungjawaban. Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.
Akuntabilitas pada penelitian Taufik Hidayat (2011), menggunakan dua indikator yaitu: Motivasi dan kewajiban sosial. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.
Sedangkan kewajiban sosial merupakan pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut (Rendy, 2007 dalam Taufik, 2011). Jika seorang akuntan menyadari akan betapa besar perannya bagi masyarakat dan bagi profesinya, maka ia akan memiliki sebuah keyakinan bahwa dengan melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi masyarakat dan profesinya tersebut. Maka ia akan merasa berkewajiban untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat dan profesinya tersebut dengan melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Hal inilah yang disebut sebagai kewajiban sosial (Elisha dan Icuk, 2010).
2.4 Independensi
Arens, et.al. (2011), mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai suatu penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit. Sedangkan Mulyadi (1992) mendefinisikan independensi sebagai keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, dan tidak tergantung pada orang lain. Auditor yang independen haruslah auditor yang tidak terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Sehingga sikap mental ini menjadi sangat penting bagi seorang auditor, karena opini yang diberikan oleh auditor independen akan menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika auditor tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun.
Sikap mental independen ini meliputi independen dalam fakta (in fact) dan independen dalam penampilan (in appearance). Independen dalam fakta (in fact) akan ada apabila dalam kenyataannya akuntan publik sebagai auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.
Sedangkan independen dalam penampilan (in appearance) adalah bahwa auditor dalam melaksanakan tugasnya harus menghindari keadaan yang membuat orang lain meragukan kebebasan. Apabila independence in fact dan independence in appearance dapat dipertahankan oleh auditor, maka akan mendorong pihak ketiga atau masyarakat untuk menggunakan laporan keuangan yang tercakup dalam laporan auditor dengan rasa yakin dan percaya sepenuhnya.
2.5 Etika Profesional
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian (Wingjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu, dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, apabila dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
2.6 Kualitas Audit
Audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Boynton dkk, 2002).
Dari definisi diatas dapat dinyatakan bahwa audit tidak hanya proses evaluasi atau review terhadap laporan keuangan yang ada, melainkan juga mengenai pengkomunikasian yang tepat terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Hal itu menjadi dasar pengukuran kualitas auditor.
Menurut De Angelo (1981) kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor, dapat menemukan dan melaporkan suatu penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien. Probabilitas penemuan penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal auditor, seperti pengalaman auditor, pendidikan, profesionalisme dan struktur audit perusahaan. Sedangkan probabilitas auditor tersebut melaporkan penyelewengan tersebut tergantung pada independensi auditor.
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), audit yang dilaksanakan auditor dapat berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar auditing. Standar auditing mencakup mutu profesional (profesional qualities) auditor independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor.
1. Standar Umum: auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai, independepensi dalam sikap mental dan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama.
2. Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan: perencanaan dan supervisi audit, pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern, dan bukti audit yang cukup dan kompeten.
3. Standar pelaporan: pernyataan apakah laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pernyataan mengenai ketidakkonsistensian penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pengungkapan informatif dalam laporan keuangan, dan pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.
3. Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro, 2002:115). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor fungsional yang terdaftar dan bekerja pada Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau.
Dalam penelitian ini, sampel yang diteliti adalah keseluruhan dari elemen populasi yang ada. Hal ini dikarenakan bahwa menurut peneliti, seluruh populasi yang ada bisa diteliti secara keseluruhan karena tidak terlalu banyak, yaitu 55 orang auditor.
3.2 Objek dan Lokasi Penelitian
Objek penelitian ini adalah auditor fungsional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman nomor 721 Pekanbaru, Riau.
3.3 Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber atau tempat dimana penelitian dilakukan secara langsung (Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002:65). Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002:65). Sebagai suatu penelitian empiris maka data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku paket, artikel, jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan metode survei menggunakan kuesioner tertutup. Pengiriman kuesioner dilakukan secara langsung kepada auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu pendahuluan, tahap persiapan penelitian dan tahap pelaksanaan penelitian.
1. Tahap pendahuluan
Pada tahap ini penulis melakukan pencarian informasi tentang BPK Perwakilan Provinsi Riau dan berapa jumlah auditor yang bekerja, kemudian selanjutnya dengan surat ijin penelitian dari Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Riau, peneliti melakukan penelitian pada seluruh auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau.
2. Tahap persiapan
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian.
3. Tahap pelaksanaan penelitian
Pada tahap ini penelitian dilakukan dengan metode survei secara langsung ke BPK Perwakilan Provinsi Riau dan melakukan penyebaran kuesioner kepada para auditor melalui Sub Bagian Hukum dan Humas. Setelah data diperoleh langkah berikutnya adalah melakukan tabulasi data, penyortiran, dan pemrosesan data untuk dianalisis lebih lanjut.
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen merupakan tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel dependen merupakan tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro, 2002).
Variabel independen dalam penelitian ini yaitu akuntabilitas auditor yang diproksikan dengan motivasi dan kewajiban sosial, independensi, serta etika profesional yang diproksikan dengan integritas, objektifitas, kompetensi profesional & kecermatan, kerahasiaan, dan perilaku profesional. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit.
1. Akuntabilitas Auditor (X1)
Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk mempertanggungjawakan sesuatu yang telah mereka kerjakan kepada lingkungannya atau orang lain. Pada penelitian ini, akuntabilitas akan diukur dengan dimensi motivasi dan kewajiban sosial. Item-item pertanyaan tentang motivasi diadopsi dari penelitian Muh. Taufiq Efendy (2010) dan pertanyaan tentang kewajiban sosial diadopsi dari penelitian Reni Yendrawati (2008). Instrumen pertanyaan diukur dengan skala likert 1-5 yaitu dengan keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.
2. Independensi (X2)
Independensi merupakan sikap auditor yang tidak memihak, tidak mempunyai kepentingan pribadi, dan tidak mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam memberikan pendapat atau kesimpulan serta melaksanakan audit dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengukur independensi diadopsi dari penelitian Haslinda Lubis (2009) yang terdiri dari enam item pertanyaan dengan tiga indikator yaitu memiliki objektifitas, memiliki kejujuran, dan tidak mengkompromikan kualitas. Masing-masing item pertanyaan tersebut diukur dengan skala likert 1-5, yaitu dengan keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.
3. Etika Profesional (X3)
Etika profesional merupakan perilaku bagi seorang profesional dalam melakukan praktik profesi untuk memenuhi tanggungjawab kepada publik sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Etika profesional yang dimaksud dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan lima dimensi dalam prinsip etika yang telah diatur dalam kode etik IAPI bagian A yaitu: integritas, objektifitas, kompetensi profesional & kecermatan, kerahasiaan, dan perilaku profesional. Instrumen dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian Ika Sukriah (2009), Eunike Christina Elfarini (2007), dan Haslinda Lubis (2009) dengan beberapa modifikasi yang diukur dengan menggunakan skala likert 1-5 yaitu dengan keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.
4. Kualitas Audit (Y)
Kualitas audit adalah kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor (De Angelo, 1981 dalam Kusharyanti, 2002).
Adapun yang menjadi indikator dalam pengukuran kualitas audit yaitu keakuratan temuan audit, sikap skeptis, nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit, dan tindak lanjut hasil audit. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas audit ini diadopsi dari penelitian Muh. Taufiq Efendy (2010) yang terdiri dari delapan item pernyataan. Masing-masing item pertanyaan tersebut diukur dengan menggunakan Skala Likert 1-5 yaitu dengan keterangan: 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.
3.6 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Uji Kualitas Data
a. Uji Validitas
Validitas data penelitian ditentukan oleh proses pengukuran akurat dan kuat. Suatu instrumen pengukur dikatakan mempunyai validitas data yang tinggi apabila instrumen tersebut dapat mengukur konstruk yang sesuai dengan yang diharapkan peneliti (Sugiyono, 2005).
Menurut Ghozali (2005) uji validitas data penelitian dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Melakukan korelasi antara masing-masing indikator variabel terhadap dengan total skor konstruk atau variabel.
2. Uji validitas dengan melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk.
3. Uji dengan confirmatory faktor analysis (CFA), yaitu untuk menguji apakah suatu konstruk mempunyai unidimensionalitas.
Dalam penelitian ini, uji validitas data penelitian yang peneliti gunakan adalah dengan melakukan korelasi bivariate (Pearson correlation) antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Jika korelasi antara masing-masing skor indikator terhadap total skor konstruk menunjukkan nilai positif dan hasil signifikan, maka dinyatakan valid, dalam hal ini signifikansi pada level 0,01 (2 tailed).
b. Uji Reliabilitas
Instrumen dikatakan sangat reliabel jika memberikan hasil yang konsisten dan stabil dari waktu ke waktu (Santoso, 2001; 270). Pengujian konsistensi internal dalam penelitian ini menggunakan koefisien cronbach alpha. Teknik ini dipilih karena peneliti hanya memerlukan sekali pengujian dengan menggunakan teknik statistik tertentu terhadap skor jawaban responden yang dihasilkan dari penggunaan instrumen yang bersangkutan. Selain itu, teknik croncbach alpha merupakan teknik pengujian konsistensi reabilitas antar item yang paling popular dan menunjukkan indeks konsistensi reabilitas cukup sempurna (Sekaran, 2003).
Uji reliabilitas dalam suatu penelitian dapat dilakukan dengan dua cara (Prastito, 2004), yaitu:
1. Repeated measurement method (metode pengukuran secara berulang), prinsipnya adalah dengan membandingkan hasil pengukuran pertama dengan hasil pengukuran kedua yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda.
2. One shoot method (metode yang dilakukan sekali pengukuran). Pengukuran ini disebut juga dengan pengujian internal consistency. dengan metode ini pengukuran cukup dilakukan satu kali.
Sedangkan cara menghitungnya peneliti menggunakan uji reliabilitas dengan koefesien croncbach alpha sama atau lebih dari 0,5 (Nunnaly, 1981). Apabila koefisien croncbach alpha yang dihasilkan sama atau lebih dari 0,5 maka instrumen tersebut lebih reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini.
2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi linier berganda, terlebih dahulu akan diuji normalitas, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinieritas.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali 2005). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas data tersebut dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu menggunakan Uji Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S), grafik histogram dan kurva penyebaran P-Plot.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ketiga uji tersebut. Untuk uji Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S) yaitu jika nilai hasil Uji K-S > dibandingkan taraf signifikansi 0,01 maka sebaran data tidak menyimpang dari kurva normalnya. Sedangkan melalui pola penyebaran P Plot, suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi titik-titik data menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal. Sementara itu, untuk grafik histogram yakni apabila bentuk kurva memiliki kemiringan yang cenderung seimbang baik pada sisi kiri maupun sisi kanan dan kurva berbentuk lonceng yang hampir sempurna.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamataan ke pengamatan yang lain, atau disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas (Ghozali, 2005 :105).
Dalam penelitian ini, untuk menguji ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan metode pengujian Glejser Test, yaitu dengan cara meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel independen. Jika probabilitas signifikansi masing-masing variabel independen > 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi (Ghozali, 2005).
c. Uji Multikolinearitas
Uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain. Dalam penelitian ini, uji multikolinieritas dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai Tolerance. Jika nilai VIF dibawah 10 dan nilai tolerance diatas 0,10 maka tidak terjadi gejala multikolinieritas (Ghozali, 2005).
3.7 Metode Pengujian Statistik
1. Analisis Regresi
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas audit sebagai variabel dependen (variabel terikat) yang dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas) yaitu akuntabilitas auditor, independensi, dan etika profesional. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini dapat diuji dengan menggunakan regresi linier berganda yang dapat diformulasikan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan: Y = Kualitas Audit
A = Konstanta
b(1,2,3) = Koefesien regrasi
X1 = Akuntabilitas auditor
X2 = Independensi
X3 = Etika profesional
e = Error
2. Uji Simultan (Uji F)
Uji Simultan (uji F) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), yaitu dengan membandingkan F Hitung dengan F Tabel dengan tingkat kepercayaan 95% dan signifikansi 0.05. Dasar pengambilan keputusan yang digunakan adalah:
a. Jika F hitung > F tabel maka hipotesis diterima.
b. Jika F hitung < F tabel maka hipotesis ditolak.
3. Uji Koefesien Determinasi (r2)
Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan dari masing-masing variabel independen secara bersama-sama terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2). Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.
3.8 Metode Pengujian Hipotesis
Metode pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji t yaitu untuk mengetahui pengaruh parsial masing-masing variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit (Y), dan variabel independen terdiri dari akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika profesional (X3).
Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel yaitu:
a. Jika nilai t-hitung > t-tabel maka hipotesis diterima
b. Jika nilai t-hitung < t-tabel maka hipotesis ditolak.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditor fungsional yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. BPK Perwakilan Provinsi Riau mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada pemerintah Privinsi Riau, Kota/Kabupaten di Provinsi Riau, serta BUMD dan lembaga terkait di lingkungan entitas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang dilimpahkan oleh Auditorat Kuangan Negara (AKN).
Penelitian ini dilakukan terhadap auditor fungsional yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau yaitu sebanyak 55 orang. Pendistribusian kuesioner kepada responden melalui Sub Bagian Hukum dan Humas BPK Perwakilan Provinsi Riau atau kontak person, demikian juga
halnya pengembalian kuesioner dari responden kepada peneliti melalui Sub Bagian Hukum dan Humas BPK Perwakilan Provinsi Riau atau kontak person. Kuisioner yang telah diisi tersebut secara langsung diterima oleh peneliti dari Sub Bagian Hukum dan Humas.
Penyebaran dan pengumpulan kuesioner dilakukan selama tiga bulan yaitu mulai akhir Januari sampai dengan awal April 2012. Jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 55 eksemplar. Jumlah keseluruhan kuesioner yang diisi dan kembali kepada peneliti dari Sub Bagian Hukum dan Humas BPK Perwakilan Provinsi Riau sebanyak 36 eksemplar dengan tingkat pengembalian 65,45%.
Setelah dilakukan penyortiran data atas jawaban responden ditemukan dua eksemplar kuesioner yang tidak lengkap. Kuesioner yang tidak lengkap tersebut tidak diikutkan dalam analisis data selanjutnya. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 34 responden dengan tingkat pengembalian efektif adalah 61,82%.
Ada pun gambaran umum profil seluruh responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini lebih dominan laki-laki yaitu sebesar 67,65%, sedangkan perempuan hanya sebesar 32,35%. Sementara itu, responden yang menjadi objek penelitian ini berdasarkan kelompok umur adalah rata-rata berumur 21-30 tahun yaitu sebanyak 14 orang atau 41,18%, umur 31-40 tahun sebanyak 13 orang atau 38,24%. Hal ini menunjukkan bahwa auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau rata-rata masih muda. Sedangkan untuk tingkat pendidikan menggambarkan bahwa auditor yang bekerja pada BPK RI sebagian besar adalah berpendidikan sarjana satu (S1) yaitu sebanyak 24 orang atau 70,59%. Hal ini dikarenakan pekerjaan sebagai auditor merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan pendidikan tinggi. Kemudian dilihat dari lamanya bekerja, responden dalam penelitian ini sudah bekerja selama 1-5 tahun yaitu sebanyak 21 orang atau 61,76%. Kondisi demikian menunjukkan bahwa rata-rata responden masih bekerja belum cukup lama sebagai auditor di BPK Perwakilan Provinsi Riau.
4.2 Uji Validitas, Reliabilitas, dan Uji Asumsi Klasik
Uji validitas dilakukan dengan melakukan korelasi bivariate (pearson correlation) antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Suatu indikator pertanyaan dikatakan valid apabila korelasi antara masing-masing indikator menunjukkan hasil yang signifikan. Dari hasil uji validitas menunjukkan bahwa koofesien korelasi (pearson correlation) untuk setiap item butir pertanyaan dengan skor total variabel akuntabilitas (X1), independensi (X2), etika profesional (X3), dan kualitas audit (Y) menunjukkan korelasi yang positif dengan tingkat signifikan pada level 0,01. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa setiap item indikator instrumen dalam penelitian ini adalah valid.
Uji reliabilitas dilakukan dengan uji cronbach alpha menggunakan SPSS. Suatu konstruk dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,50 (Nunnaly, 1981). Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa besarnya nilai Cronbach Alpha pada seluruh variabel baik X1, X2, dan X3 lebih besar dari 0,50, sedangkan untuk variabel Y nilai Cronbach Alpha dibawah 0,50. Namun secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel Reliability Statistics nilai Cronbach Alpha sebesar 0,603 yang berada diatas 0,50 dan sesuai dengan dasar pengambilan
keputusan, hal ini berarti bahwa butir atau item pernyataan tersebut reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian.
Uji asumsi klasik dalam penelitian ini dengan melihat grafik dan nilai Kolmologorov-Smirnov (Uji K-S). Uji grafik dan nilai signifikansi dari Uji K-S masing-masing yaitu: 0.657, 0.017, 0.134. dan 0.352. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa sebaran data tidak menunjukkan penyimpangan dari kurva normalnya, yang berarti bahwa sebaran data telah memenuhi asumsi normalitas serta tidak terjadi heteroskedastisitas yang ditunjukka dengan nilai probabilitas signifikansi (Sig) masing-masing variabel independen lebih besar dari 0,05.
Uji multikolinieritas menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF<10 maka dinyatakan tidak ada korelasi sempurna antar variabel bebas dan sebaliknya (Ghozali,2005:92). Hasil yang ditunjukkan dari nilai VIF untuk akuntabilitas, independensi, dan etika profesional berturut-turut sebesar 1,154, 3,228, dan 3,071. Nilai VIF tersebut lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini tidak terjadi masalah multikolinearitas pada model regresi. Begitu juga dengan nilai Tolerance yang semuanya diatas 0,10 yaitu 0,867, 0,310, dan 0,326.
4.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan melihat uji t untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap vaariabel dependen. Dari pengujian yang dilakukan, akuntabiitas auditor memiliki nilai t sebesar (-0,792), nilai koefesien B sebesar (-0,107), dan tingkat signifikansi sebesar 0,435. Hal ini menandakan bahwa koefesien variabel akuntabilitas auditor (X1) memiliki pengaruh negatif sebesar (-0,107) terhadap kualitas audit (Y). Artinya semakin tinggi akuntabilitas auditor tidak diikuti dengan tingginya kualitas audit yang dihasilkan. Independensi memiliki nilai t sebesar 1,316, nilai koefesien B sebesar 0,407, dan tingkat signifikansi sebesar 0,198. Variabel independensi (X2) tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit (Y) yang ditunjukkan oleh nilai t hitung sebesar 1,316 < 2,042 dengan nilai signifikansi 0,198 > 0,05. Artinya adalah semakin tinggi independensi yang dimiliki oleh auditor tidak diikuti oleh tingginya kualitas audit yang dihasilkan. Etika Profesional memiliki nilai t sebesar 3,171, nilai koefesien B sebesar 0,162, dan tingkat signifikansi sebesar 0,003. Hal ini menandakan bahwa koefesien variabel etika profesional (X3) memiliki pengaruh positif terhadap kualitas audit (Y) dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003. Artinya semakin tinggi etika profesional auditor maka semakin tinggi pula kualitas auditnya. Konstanta sebesar 2,816 berarti bahwa seorang auditor tetap dapat memiliki kualitas audit sebesar konstanta meskipun variabel independennya bebas (nol).
Berikut adalah hasil persamaan regresi linier berganda yang terbentuk:
Y = 2,816 + (-0,107) X1 + 0,407 X2 + 0,162 X3
Hasil uji koefesien determinasi diperoleh nilai R Square (r2) sebesar 0,645 (64,5%). Sehingga dapat dikatakan bahwa 64,5% variabel terikat yaitu kualitas audit (Y) pada model dapat dijelaskan oleh variabel bebas yaitu variabel akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika professional (X3) sedangkan sisanya 35,5% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian ini.
Demikian juga jika dilihat dari nilai adjusted R Square yang bernilai = 0,609 yang artinya nilai R2 yang disesuaikan terhadap variabel bebas yang ada. Berarti 60,9% variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikatnya sedangkan sisa 39,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
4.4 Pembahasan
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa akuntabilitas auditor, independensi, dan etika profesional secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor fungsional pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. Hal ini berarti jika akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika profesional (X3) secara bersama-sama mengalami kenaikan maka akan berdampak pada kenaikan kualitas audit (Y). Sebaliknya jika akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika profesional (X3) secara bersama-sama mengalami penurunan maka akan berdampak pada penurunan kualitas audit (Y).
Namun hasil penelitian secara parsial menyatakan bahwa akuntabilitas auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. Pengaruh yang ditimbulkan adalah negatif dengan nilai t sebesar -0,792, yang artinya semakin tinggi tingkat akuntabilitas seorang auditor maka semakin rendah kualitas auditnya. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian dari M. Taufik Hidayat (2011), dan Elisha & Icuk (2010), yang menyatakan bahwa akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit.
Begitu juga dengan variabel independensi tidak mempunyai pengaruh terhadap kualitas audit dengan nilai t hitung sebesar 1,316. Artinya adalah semakin tinggi independensi auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau tidak diikuti oleh tingginya kualitas audit yang dihasilkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Muh. Taufiq Efendy (2010) dan Ika Sukriah, dkk (2009), yang menyatakan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Christiawan (2002), Trisnaningsih (2007) dan Alim dkk., (2007) yang menyatakan independensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan oleh faktor perbedaan lokasi penelitian dan juga perbedaan objek penelitian yaitu auditor swasta (KAP) dan auditor pemerintah (BPK).
Sedangkan untuk variabel etika profesional memiliki pengaruh positif terhadap kualitas audit dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003. Artinya adalah semakin tinggi etika profesional yang dimiliki oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau maka semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan. Hal ini menandakan bahwa etika profesional yang tinggi sangat penting bagi seorang auditor agar pekerjaan audit yang dilakukan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kualitas auditnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Haslinda Lubis (2009) yang menyatakan bahwa kepatuhan terhadap etika profesi berpengaruh terhadap kualitas audit.
Dalam penelitian ini juga diperoleh nilai koefesien determinasi R Square (R2) sebesar 0,645 (64,5%). Sehingga dapat dikatakan bahwa 64,5% variabel terikat yaitu kualitas audit (Y) pada model dapat dijelaskan oleh variabel bebas
yaitu variabel akuntabilitas auditor (X1), independensi (X2), dan etika professional (X3) sedangkan sisanya 35,5% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian ini. Demikian juga jika dilihat dari nilai adjusted R Square yang bernilai = 0,609 yang artinya nilai R2 yang disesuaikan terhadap variabel bebas yang ada. Berarti 60,9% variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikatnya sedangkan sisa 39,1% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
5. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara bersama-sama (simultan) akuntabiltas auditor, independensi, dan etika profesional berpengaruh terhadap kualitas audit pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau.
2. Secara parsial etika profesional berpengaruh positif terhadap kualitas audit pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. Sedangkan akuntabilitas auditor dan independensi tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang hanya terbatas pada objek penelitian profesi auditor yang bekerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau. Sehingga dimungkinkan adanya perbedaan hasil, pembahasan ataupun kesimpulan untuk objek penelitian yang berbeda, serta kesimpulan yang diambil mungkin hanya berlaku pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau dan tidak dapat digeneralisasikan pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) se Indonesia. Selain itu, dalam penelitian ini hanya menggunakan kuisioner, sehingga masih ada kemungkinan kelemahan-kelemahan yang ditemui, seperti jawaban yang tidak cermat, tidak serius dan responden yang menjawab tidak jujur, serta pertanyaan yang kurang lengkap atau kurang dipahami oleh responden. Variabel yang digunakan untuk mengukur pengaruhnya terhadap kualitas audit dalam penelitian ini juga hanya sebatas pengaruh akuntabilitas auditor, independensi, dan etika profesional, sehingga masih banyak faktor lain yang perlu ditambahkan.
Dengan segala keterbatasan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka peneliti memberikan saran untuk penelitian selanjutnya, antara lain:
1. Menambah jumlah sampel yang diteliti dan memperluas lokasi penelitian sehingga diharapkan tingkat generalisasi dari analisis lebih akurat.
2. Menambah variabel-variabel lain seperti pengalaman, keahlian, kinerja, loyalitas, dan program kerja pemeriksaan yang memiliki kemungkinan untuk berpengaruh terhadap kualitas audit.
3. Agar peneliti selanjutnya juga menggunakan data skunder sebagai data penelitian seperti data KKP dan konsistensi atas laporan hasil audit.
DAFTAR PUSTAKA
Alim, M. Nizarul, dkk. 2007. Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar.
Arens A. Alvin dkk., 2011. Jasa audit dan assurance pendekatan terpadu (adaptasi Indonesia). Buku I, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Boynton, Johnson dan Kell, 2002. Modern auditing. Edisi Ketujuh Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.
DeAngelo, L.E, 1981. Auditor size and audit quality. Journal of Accounting & Economics.
Efendy, M. Taufik, 2010. Pengaruh kompetensi, independensi, dan motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Tesis Maksi: Universitas Diponegoro. Semarang.
Elisha & Icuk, 2010. Pengaruh independensi, pengalaman, due professional care dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Simposium Nasional Akuntansi XIII, Unsoed Purewokerto.
Hapsari, Trisni dkk, 2007. Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar.
Harhinto, Teguh . 2004. Pengaruh keahlian dan independensi terhadap kualitas audit studi empiris pada KAP di Jawa Timur. Tesis Maksi : Universitas Diponegoro. Semarang.
Herawaty & Yulius, 2009. Pengaruh profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. JAAI Vol. 13 NO. 2: 211–220
Hidayat, M. Taufik, 2011. Pengaruh faktor-faktor akuntabilitas auditor dan profesionalisme auditor terhadap kualitas auditor. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Hoitash, Rani; Markelevich, Ariel & Barragato, Charles A, 2007. Auditor fees and audit quality. Managerial Auditing Journal. Vol 22 No. 8 pp. 761-786.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2001. Standar profesional akuntan publik. Salemba Empat, Jakarta.
Indriantoro, N., dan B. Supomo, 2002. Metodologi penelitian bisnis untuk akuntansi & manajemen. Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Jamilah, Siti, 2007. Pengaruh gender, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar.
Kusharyanti. 2003. Temuan penelitian mengenai kualitas audit dan kemungkinan topik penelitian di masa datang. Jurnal Akuntansi dan Manajemen (Desember).
Lubis, Haslinda, 2009. Pengaruh keahlian, independensi, kecermatan profesional, dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas auditor pada inspektorat provinsi Sumatera Utara. Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Mardisar, Diani dan Ria Nelly Sari, 2007. Pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makasar.
Nunnaly, J.C. 1981. Psychometric theory. 2nd edition. Tata McGraw Hill. New Delhi
Pusdiklatwas BPKP, 2007. Akuntabilitas instansi pemerintah. Edisi kelima.
Putri, H.A, 2011. Pengaruh aturan etika dan independensi terhadap kepuasan kerja internal auditor, dengan profesionalisme sebagai variabel intervening. Skripsi, Universitas Diponegooro, Semarang.
Skinner, Douglas J & Srinivasan, Suraj, 2011. Audit quality and auditor reputation: Evidence from Japan. Working paper No. 10-15, Chicago Booth.
Sukriah, Ika dkk, 2009. Pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Jurnal Akuntansi.
Wibowo, Arie dan Hilda Rossieta, Faktor-faktor determinasi kualitas audit–suatu studi dengan pendekatan earnings surprise benchmark. Tesis Pascasarjana Ilmu Akuntansi FE UI.
Watkins, Ann L; Hillison, William & Morecroft, Susan E. 2004. Audit quality: a synthesis of theory and empirical evidence. Journal of Accounting Literature Vol. 23 pp. 153-193.
boleh minta jurnal sama kuesionernya?
BalasHapusboleh minta jurnal sama kuesionernya?
BalasHapuskalo kuisioner boleh, kalo jurnal itu maksudnya jurnal apa ya?
Hapusjurnal ilmiahnya ini?kalo boleh minta kuesionernya tlg dikirim ke email ichanminhoya@gmail.com
Hapusmaksudnya jurnal ilmiahnya,,buat referensi..kl boleh minta kuesionernya tolong di email ya,,terima kasih sebelumnya
Hapussudah saya kirim kuisionernya
Hapuskirimnya dimana ya?kok saya cek di email ga ada?
Hapusboleh minta kuisionernya?
BalasHapuskalo boleh kirim ke email aku donk..devi.micc@yahoo.com
sudah saya kirim kuisionernya
Hapuskuesionernya boleh om
BalasHapussedikitberbagi@gmail.com
Assalamualaikum...
BalasHapuskalo boleh tau penelitian ini jurnal atau skripsi ya???
boleh share file aslinya untuk dijadikan referensi???
kalau boleh tolong dikirim ke email ini...
cece.yarofa@gmail.com
terima kasih...
w'alaikumsalam. Yg sy post itu file asli yg sudah sy buat dalam bentuk format jurnal. silakan kalo mau dijadikan referensi. Mhn maaf, sy tidak bisa mengirim ke email saudara.
HapusNB: saudara sebaiknya komen pake nama asli donk, jangan anonim gitu.
assalamu'alaikum gan, punya kuesioner tentang pengaruh independensi terhadap audit judgment nggak? kalo ada boleh tolong kirim ke email ixbal.ak@gmail.com
Hapusterimakasih gan
maaf boleh minta kuesioner nya. tolong dikirimkan ke fadliah.fadh@yahoo.com thanks sebelumnya
BalasHapusmaaf boleh minta kuesioner nya dikirmkan ke fadliah.fadh@yahoo.com thanksssss
BalasHapusselamat malam..
BalasHapussaya boleh minta kuesionernya untuk ijadiin bahan referensi...??
klo bisa mohon di e-mail ke: imadedarmadi@gmail.com
Maaf... saya andi yahya sembiring, mahasiswa akuntansi atmajaya, apakah saya boleh meminta kuesioner sebagai acuan penelitian saya, terima kasih
BalasHapusandiyahyasembiring@yahoo.co.id
andiyahyasembiring@gmail.com
Assalamualaikum.. Mas boleh saya minta kuesioner kompleksitas tugas auditornya mas? Kalau boleh tolong mas kirim ke alamat email saya yusufpermata@rocketmail.com terima kasih mas :)
BalasHapusassalamu alaikum,, boleh ga share jurnalnya dalam bentuk file? klo bisa juga skalian koesionernya :) ,, mohon bantuannya yah :) ... iindahpratiwirahman@gmail.com
BalasHapus